Jakarta (Antara Bali) - Bank Indonesia mengakui perlu ada penguatan
koordinasi dengan pemerintah untuk menjaga laju inflasi sesuai sasaran
di 3-5 persen setelah tekanan tinggi pada inflasi Januari 2017 terutama
dari kelompok tarif barang yang diatur otoritas.
"Koordinasi dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Rabu.
Inflasi bulanan pada Januari 2017 seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 0,97 persen (month to month/mtm) atau melompat dari Desember 2016 dan dibandingkan Januari 2016 yang masing-masing sebesar 0,42 persen (mtm) dan 0,51 persen (mtm).
BI pada akhir Januari 2017 hanya memperkirakan inflasi bulanan Januari 2017 sebesar 0,69 persen.
Tirta melihat kenaikan inflasi tersebut memang karena "administered prices" dan juga tekanan dari kelompok inti (core inflation). Namun untuk inflasi tahunan yang berada di 3,49 persen (yoy), menurut Tirta, masih berada di sasaran inflasi Bank Indonesia, yakni 3-5 persen.
Inflasi bulanan "administered prices" pada Januari 2017 mencapai 2,57 persen (mtm) dan inflasi tahunannya 3,35 persen (yoy). Inflasi itu melaju dari Desember 2017 sebesar 0,97 persen (mtm) dan 0,21 persen (yoy).
BI melihat peningkatan inflasi "administered prices" karena kenaikan tarif perpanjangan STNK, tarif listrik, dan Bahan Bakar Khusus (BBK).
"Sedangkan inflasi inti bulan Januari 2017 tercatat sebesar 0,56 persen (mtm) atau 3,35 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,23 persen (mtm) atau 3,07 persen (yoy). Komoditas utama penyumbang inflasi kelompok ini adalah tarif pulsa ponsel, sewa rumah, emas perhiasan, mobil, upah pembantu rumah tangga, nasi dengan lauk, dan kontrak rumah," kata Tirta.
Sementara inflasi dari kelompok tarif barang yang kerap bergejolak (volatile food) pada Januari 2017 sebesar 0,67 persen (mtm), atau meningkat dari Desember 2017 yang sebesar 0,47 persen (mtm). Sedangkan secara tahunan, inflasi "volatile food "sebesar 4,13 persen (yoy). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Koordinasi dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Rabu.
Inflasi bulanan pada Januari 2017 seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 0,97 persen (month to month/mtm) atau melompat dari Desember 2016 dan dibandingkan Januari 2016 yang masing-masing sebesar 0,42 persen (mtm) dan 0,51 persen (mtm).
BI pada akhir Januari 2017 hanya memperkirakan inflasi bulanan Januari 2017 sebesar 0,69 persen.
Tirta melihat kenaikan inflasi tersebut memang karena "administered prices" dan juga tekanan dari kelompok inti (core inflation). Namun untuk inflasi tahunan yang berada di 3,49 persen (yoy), menurut Tirta, masih berada di sasaran inflasi Bank Indonesia, yakni 3-5 persen.
Inflasi bulanan "administered prices" pada Januari 2017 mencapai 2,57 persen (mtm) dan inflasi tahunannya 3,35 persen (yoy). Inflasi itu melaju dari Desember 2017 sebesar 0,97 persen (mtm) dan 0,21 persen (yoy).
BI melihat peningkatan inflasi "administered prices" karena kenaikan tarif perpanjangan STNK, tarif listrik, dan Bahan Bakar Khusus (BBK).
"Sedangkan inflasi inti bulan Januari 2017 tercatat sebesar 0,56 persen (mtm) atau 3,35 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,23 persen (mtm) atau 3,07 persen (yoy). Komoditas utama penyumbang inflasi kelompok ini adalah tarif pulsa ponsel, sewa rumah, emas perhiasan, mobil, upah pembantu rumah tangga, nasi dengan lauk, dan kontrak rumah," kata Tirta.
Sementara inflasi dari kelompok tarif barang yang kerap bergejolak (volatile food) pada Januari 2017 sebesar 0,67 persen (mtm), atau meningkat dari Desember 2017 yang sebesar 0,47 persen (mtm). Sedangkan secara tahunan, inflasi "volatile food "sebesar 4,13 persen (yoy). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017