Denpasar (Antara Bali) - Tiga saksi ahli menilai pihak yang membuat surat keputusan (SK) bupati terkait dugaan korupsi upah pungut sektor pertambangan di Kabupaten Bangli, Bali, harus bertanggung jawab.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutrisno di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Bali, Rabu, itu, saksi ahli pidana Gusti Aryawan mengatakan tanpa ada tanda tangan Bupati Bangli, kedua terdakwa AA Gede Alit Darmawan dan Bagus Rai Dharmayudha tidak dapat mencairkan uang itu.
"Saya menilai yang ikut bertanggung jawab dalam kasus ini adalah orang yang menandatangani SK itu," kata ahli.
Hakim kembali mempertegas apakah yang bertanggung jawab penuh dalam kasus ini adalah mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa dan Bupati Bangli I Made Gianyar yang saat ini masih menjabat.
"Ya, siapa yang menandatangani SK itu dialah yang bertanggung jawab dalam kasus ini," katanya.
Sementara itu, saksi ahli administrasi negara Putu Arya Sumertayasa juga menilai orang yang menandatangani SK itu ikut bertanggung jawab dalam kasus ini, karena tanpa seizin bupati tidak akan bisa upah pungut itu dicairkan.
Hal senanda diungkapkan, saksi ahli hukum tata negara Prof Y Usfunan mengatakan, semua orang yan menerima upah pungutan sektor pertambangan itu jelas ikut terlibat.
"Harusnya semua orang yang terlibat, walaupun itu bupati sekalipun hendaknya ikut bertanggung jawab. Kalau seperti ini tidak adil namanya," katanya.
Dalam dakwaan disebutkan, kedua terdakwa melakukan dugaan korupsi dengan membagikan hasil upah pungut pertambangan pada Tahun 2006-2010.
Berdasarkan hitungan BPKP Bali kerugian negara yang dilakukan terdakwa pada Tahun 2006-2008 mencapai Rp533,7 juta dan Tahun 2008-2009 kerugian negara mencapai Rp392,4 juta. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutrisno di Pengadilan Tipikor, Denpasar, Bali, Rabu, itu, saksi ahli pidana Gusti Aryawan mengatakan tanpa ada tanda tangan Bupati Bangli, kedua terdakwa AA Gede Alit Darmawan dan Bagus Rai Dharmayudha tidak dapat mencairkan uang itu.
"Saya menilai yang ikut bertanggung jawab dalam kasus ini adalah orang yang menandatangani SK itu," kata ahli.
Hakim kembali mempertegas apakah yang bertanggung jawab penuh dalam kasus ini adalah mantan Bupati Bangli I Nengah Arnawa dan Bupati Bangli I Made Gianyar yang saat ini masih menjabat.
"Ya, siapa yang menandatangani SK itu dialah yang bertanggung jawab dalam kasus ini," katanya.
Sementara itu, saksi ahli administrasi negara Putu Arya Sumertayasa juga menilai orang yang menandatangani SK itu ikut bertanggung jawab dalam kasus ini, karena tanpa seizin bupati tidak akan bisa upah pungut itu dicairkan.
Hal senanda diungkapkan, saksi ahli hukum tata negara Prof Y Usfunan mengatakan, semua orang yan menerima upah pungutan sektor pertambangan itu jelas ikut terlibat.
"Harusnya semua orang yang terlibat, walaupun itu bupati sekalipun hendaknya ikut bertanggung jawab. Kalau seperti ini tidak adil namanya," katanya.
Dalam dakwaan disebutkan, kedua terdakwa melakukan dugaan korupsi dengan membagikan hasil upah pungut pertambangan pada Tahun 2006-2010.
Berdasarkan hitungan BPKP Bali kerugian negara yang dilakukan terdakwa pada Tahun 2006-2008 mencapai Rp533,7 juta dan Tahun 2008-2009 kerugian negara mencapai Rp392,4 juta. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017