Denpasar (Antara Bali) - Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Gede Suwena Putus Upadesa mengatakan setiap warga negara harus bersatu dan menjunjung tinggi persatuan dalam upaya menangkal adanya upaya disintegrasi berbangsa.
"Kunci utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan tersebut adalah setiap warga negara peka terhadap persoalan dan isu yang terjadi di Tanah Air. Kita harus mampu menangkal rongrongan yang mengancam persatuan tersebut," kata Jero Suwena dalam diskusi bertajuk "Mengukuhkan Semangat Kebhinnekaan : Indonesia adalah Kita" di Denpasar, Minggu.
Dalam diskusi yang diselenggarakan DPD KNPI Bali bekerja sama dengan Forum Komunikasi Angkatan Muda Muhammadyah tersebut menghadirkan pembicara dari unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI), pengamat budaya, pengamat sosial, dan LBH Muhammadyah.
Jero Suwena mengatakan berdirinya negara Indonesia karena sebuah kesapakatan dengan dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu adanya isu untuk memecah belah persatuan dengan membuat konflik melalui unsur SARA harus bersama-sama ditangkal.
"Memang mengelola negara yang terdiri dari ribuan suku, perbedaan agama maupun penduduk yang menempati ribuan pulau sangat rentan akan terjadi isu dan konflik. Namun demikian, bangsa Indonesia tetap harus bersatu sesuai dengan konsensus yang telah disepakati oleh pendiri bangsa ini," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Anton Tabah Digdoyo mengatakan memang akhir-akhir ini warga Indonesia mudah diprovokasi dengan isu agama maupun suku oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingan tertentu.
"Namun demikian jika semua elemen masyarakat menyatukan persepsi, bahwa keberadaan bangsa Indonesia adalah pluralis dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetap satu), maka perpecahan itu bisa segera ditangkal dan diredakan," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, peran pemangku kepentingan harus menyatukan persepsi dan mencegah lebih awal. Misalnya isu agama, maka peran tokoh agama harus mampu menangkalnya dengan bertemu para pengurus Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) untuk berdiskusi mencegah isu tersebut agar tidak sampai terjadi konflik," ujarnya.
"Kalau kami melihat kerukunan antarumat beragama, Bali patut dijadikan contoh bagi daerah lain di Indonesia. Bali memang mayoritas beragama Hindu, namun toleransi dengan umat lain sangat tinggi. Karena itu jika ada orang yang memprovokasi dikatakan Bali melarang umat lain melakukan ibadah, itu semuanya tidak benar," ujarnya.
Karena itu, kata Anton Tabah, semua pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat harus mampu menjaga persatuan dan menangkal radikalisme tersebut. Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran, namun oleh segelintir orang atau kelompok yang ingin memecah belah, mereka gunakan dengan dalil agama.
"Persatuan dan kesatuan patut dijaga dengan sebaik-baiknya, sehingga harmonisasi tersebut tetap terjaga untuk tegaknya bangsa Indonesia," ujarnya.
Seorang peserta diskusi, Ketut Jamil mengatakan di Bali toleransi beragama sudah terjalin sejak zaman kerajaan dahulu. Di Pulau Dewata sudah menjalin persaudaraan mulai dari budaya yang ada di daerah setempat.
"Kami sebagai pemeluk Muslim berdomisili di Desa Pegayaman, Kabupaten Buleleng tidak pernah ada konflik dengan saudara umat Hindu. Dari dulu telah terbina sebagai saudara dan saling membantu jika mempunyai hajatan. Konsep yang dibangun oleh para leluhur kami sangat mulia, yakni `menyamabraya` (persaudaraan)," katanya.
Ia mengharapkan di daerah lain juga harus menjaga persatuan dan kesatuan. Perbedaan keyakinan adalah sangat prinsip dan bersifat pribadi. Tetapi yang lebih penting bagaimana mampu menjalin persaudaraan.
"Dalam berbangsa dengan bingkai `Bhinneka Tunggal Ika` harus saling menjaga perbedaan beragama. Tetapi sebagai makhluk sosial harus mengedepankan persatuan tersebut," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Kunci utama dalam menjaga persatuan dan kesatuan tersebut adalah setiap warga negara peka terhadap persoalan dan isu yang terjadi di Tanah Air. Kita harus mampu menangkal rongrongan yang mengancam persatuan tersebut," kata Jero Suwena dalam diskusi bertajuk "Mengukuhkan Semangat Kebhinnekaan : Indonesia adalah Kita" di Denpasar, Minggu.
Dalam diskusi yang diselenggarakan DPD KNPI Bali bekerja sama dengan Forum Komunikasi Angkatan Muda Muhammadyah tersebut menghadirkan pembicara dari unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI), pengamat budaya, pengamat sosial, dan LBH Muhammadyah.
Jero Suwena mengatakan berdirinya negara Indonesia karena sebuah kesapakatan dengan dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu adanya isu untuk memecah belah persatuan dengan membuat konflik melalui unsur SARA harus bersama-sama ditangkal.
"Memang mengelola negara yang terdiri dari ribuan suku, perbedaan agama maupun penduduk yang menempati ribuan pulau sangat rentan akan terjadi isu dan konflik. Namun demikian, bangsa Indonesia tetap harus bersatu sesuai dengan konsensus yang telah disepakati oleh pendiri bangsa ini," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat, Anton Tabah Digdoyo mengatakan memang akhir-akhir ini warga Indonesia mudah diprovokasi dengan isu agama maupun suku oleh oknum-oknum yang mempunyai kepentingan tertentu.
"Namun demikian jika semua elemen masyarakat menyatukan persepsi, bahwa keberadaan bangsa Indonesia adalah pluralis dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetap satu), maka perpecahan itu bisa segera ditangkal dan diredakan," ucapnya.
Oleh karena itu, kata dia, peran pemangku kepentingan harus menyatukan persepsi dan mencegah lebih awal. Misalnya isu agama, maka peran tokoh agama harus mampu menangkalnya dengan bertemu para pengurus Forum Kerukunan Antarumat Beragama (FKUB) untuk berdiskusi mencegah isu tersebut agar tidak sampai terjadi konflik," ujarnya.
"Kalau kami melihat kerukunan antarumat beragama, Bali patut dijadikan contoh bagi daerah lain di Indonesia. Bali memang mayoritas beragama Hindu, namun toleransi dengan umat lain sangat tinggi. Karena itu jika ada orang yang memprovokasi dikatakan Bali melarang umat lain melakukan ibadah, itu semuanya tidak benar," ujarnya.
Karena itu, kata Anton Tabah, semua pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat harus mampu menjaga persatuan dan menangkal radikalisme tersebut. Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran, namun oleh segelintir orang atau kelompok yang ingin memecah belah, mereka gunakan dengan dalil agama.
"Persatuan dan kesatuan patut dijaga dengan sebaik-baiknya, sehingga harmonisasi tersebut tetap terjaga untuk tegaknya bangsa Indonesia," ujarnya.
Seorang peserta diskusi, Ketut Jamil mengatakan di Bali toleransi beragama sudah terjalin sejak zaman kerajaan dahulu. Di Pulau Dewata sudah menjalin persaudaraan mulai dari budaya yang ada di daerah setempat.
"Kami sebagai pemeluk Muslim berdomisili di Desa Pegayaman, Kabupaten Buleleng tidak pernah ada konflik dengan saudara umat Hindu. Dari dulu telah terbina sebagai saudara dan saling membantu jika mempunyai hajatan. Konsep yang dibangun oleh para leluhur kami sangat mulia, yakni `menyamabraya` (persaudaraan)," katanya.
Ia mengharapkan di daerah lain juga harus menjaga persatuan dan kesatuan. Perbedaan keyakinan adalah sangat prinsip dan bersifat pribadi. Tetapi yang lebih penting bagaimana mampu menjalin persaudaraan.
"Dalam berbangsa dengan bingkai `Bhinneka Tunggal Ika` harus saling menjaga perbedaan beragama. Tetapi sebagai makhluk sosial harus mengedepankan persatuan tersebut," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017