Tabanan (Antara Bali) - Harga sayur mayur termasuk jenis organik di pusat pengembangan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali dalam beberapa minggu belakangan ini turun sehingga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani setempat.

"Harga sayur mayur itu jauh berbeda dengan harga cabai rawit yang mencapai Rp100.000 per kilogram," kata salah seorang petani sayur mayur organik di Banjar Titigalah, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Runca Wijaya, di Tabanan, Senin.

Ia mengatakan pendapatan petani sayur mayur berbeda jauh dengan kondisi pelaku budi daya cabai rawit sekarang ini yang justru menikmati menjadi keuntungan besar.

Sekarang ini petani cabai diuntungkan dengan mahalnya harga cabai rawit di pasaran yang tembus kisaran Rp 100.000 per kg, jauh berbeda dengan nasib diterima petani sayur yang malah lesu seiring dengan meningkatnya biaya produksi akibat musim hujan dan cuaca buruk.

"Sudah dua pekan terakhir harga sayur yang sebelumnya sempat melonjak tinggi, kini sudah kembali turun. Bahkan, malah berada di bawah harga normal," tutur Runca Wijaya.

Petani yang mengembangkan sejumlah sayur organik di luasan lahan 1,5 hektare itu, menjelaskan saat ini harga sayur sudah turun, bahkan hampir terjadi pada semua jenis sayur mayur.

Sayur sawi putih yang sebelumnya diperdagangkan di kisaran Rp11.000 per ikat, sekarang turun menjadi Rp 2.000-Rp 3.000 per ikat di tingkat petani.

Begitu pula untuk sayur hijau yang sebelumnya sempat berada di kisaran Rp 20.000 per ikat, sekarang hanya Rp 5.000 per ikat.

Merosotnya harga sayur mayur tersebut akibat cuaca buruk yang tidak menguntungkan petani. Kondisi itu juga berlaku untuk produk sayuran organik.

Pada sisi lain permintaan pasar untuk sayur-sayuran mengalami penurunan seiring dengan berkurangnya jumlah kebutuhan hotel dan restoran pascalibur Natal dan Tahun Baru.

"Memang Desember dari pengalaman yang sama tahun sebelumnya berdampak positif bagi melonjaknya harga sayur, seiring dengan tingginya jumlah kunjungan wistawan ke Bali. Dan setelah momentum itu, biasanya harga sayur, ya kembali normal lagi," ujarnya.

Runca Wijaya mengakui kondisi harga sayur yang lesu di tengah cuaca ektrem ditandai dengan tingginya curah hujan itu kini kurang menguntungkan, mengingat biaya atau perlakuan yang ditanggung petani lebih besar dibanding musim kemarau.

Perlakuan komoditas sayur mayur untuk meminimalisasi serangan jamur pada musim hujan, petani sayur organik harus mengeluarkan biaya lebih untuk membeli plastik sebagai penutup atau atap tanaman.

Hal sama juga dialami oleh petani sayur konvensional (menggunakan zat kimia) dengan menambah biaya penyemprotan hama di tengah kondisi cuaca ekstrim.

"Semuanya itu tentunya ada biaya untuk pembelian plastik, dan itu tidak terhitung di tengah melesunya harga jual sekarang ini," ujar Runca Wijaya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017