Denpasar (Antara Bali) - Pulau Bali tidak pernah lekang oleh waktu, bahkan kawasan Teluk Benoa, Kabupaten Badung tetap menjadi primadona bagi para investor untuk menanamkan investasinya.

Para investor sangat tertarik untuk membangun kawasan pariwisata terpadu sehingga berbagai pandangan dari elemen masyarakat pun menyikapi kehadiran investor tersebut.

Kehadiran investor yang ingin mereklamasi kawasan Teluk Benoa tersebut pun menjadi tarik ulur, yakni masyarakat ada yang mendukung dan menolak.

Perjalanan para investor yang mendapatkan untuk memegang izin akan mereklamasi Teluk Benoa dengan luas mencapai 800 hektare, terus berupaya melakukan gerakan "lobi-lobi" ke berbagai pihak, termasuk juga menjadi "partner" salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memuluskan jalannya proyek reklamasi itu.

Namun, sampai saat ini, di tengah masyarakat masih ada gejolak antara yang mendukung dan menolak investor tersebut. Bahkan, berbagai kekhawatiran masyarakat muncul jika kawasan Teluk Benoa itu di reklamasi mencapai 800 hektare akan berpengaruh terhadap pesisir pantai, terutama pesisir bagian selatan terjadi abrasi cukup parah.

Di balik rencana reklamasi atau revitalisasi di Teluk Benoa yang menjadi incaran sedikitnya tiga investor tersebut, belum ada kejelasan, apa jadi di reklamasi atau tidak adalah sebuah catatan dari pemerintah dan instansi terkait mengenai amdal dan perizinan lainnya hingga di pengujung tahun 2016.

Dalam memuluskan lahan yang akan direklamasi tersebut pemilik kelompok usaha Artha Graha Tomy Winata sekaligus investor PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) mempertanyakan penolakan sejumlah pihak terkait revitalisasi Teluk Benoa, padahal proyek tersebut untuk membangun pariwisata Bali.

Kalau memang perlu dilakukan moratorium, kata dia, mereka siap asalkan semuanya dimoratorium, atau jangan hanya proyek revitalisasi atau reklamasi Teluk Benoa.

Menurut dia, Bali butuh pembangunan pariwisata untuk mengimbangi negara-negara tetangga yang gencar membangun pariwisatanya, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Bahkan, Tomy khawatir, di balik penolakan tersebut ada campur tangan asing yang tidak ingin pariwisata Bali maju. Alasannya, kemajuan Bali akan menarik wisatawan untuk berkunjung dan menjadi pesaing bagi dunia pariwisata di negara lain.

TW menambahkan bahwa sebelumnya dirinyajuga pernah menggarap proyek reklamasi di Pantai Kuta, Bali, seluas 4,5 hektare untuk dikembangkan menjadi hotel dan vila.

Dari nilai total proyek yang mencapai Rp30 triliun, PT TWBI diperkirakan telah membelanjakan sekitar Rp1 triliun untuk ongkos konsultan, uji lapangan, dan uji kelayakan.

Sementara itu, berdasarkan data TWBI, setidaknya ada 61 bangunan yang menyalahi izin kawasan. Bahkan, ada yang membuang limbah di sekitar kawasan mangrove.

Sementara itu, Komite II DPD RI Purba berharap pemerintah terus hadir pada pembangunan daerah yang sesuai dengan aturan perundangan guna meningkatkan potensi ekonomi dan kesejahteraan rakyat di Indonesia, termasuk rencana revitalisasi kawasan Teluk Benoa, Bali.

Menurut Parlindungan, dalam pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil agar pemerintah selalu hadir dan investor memenuhi persyaratan, khususnya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Pemerintah melalui kementerian terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (Kemenhut-LH), menurut dia, agar melanjutkan kajian Amdal di Teluk Benoa secara independen sehingga pengembangan kawasan tersebut jangan sampai merugikan masyarakat.

Komite II DPD RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan pemerintah, investor, dan perwakilan masyararakat, menyusul pro dan kontra pengembangan kawasan Teluk Benoa Bali.

Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad pada RDP tersebut menjelaskan rencana revitalisasi Teluk Benoa Bali sudah memenuhi seluruh prosedur dan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Bali Nyoman Suyasa menyebutkan salah satu poin terpenting dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita adalah mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal seluas 700 hektare.

Aturan yang ditetapkan pada tanggal 30 Mei 2014 tersebut merevisi Perpres Nomor 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) yang memasukkan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan.

Aturan tersebut juga mengubah kawasan konservasi pulau kecil dari seluruh Pulau Serangan dan Pudut menjadi sebagian Pulau Serangan dan Pudut.

Dalam aturan tersebut juga menghapus besaran luas Taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam. Dalam aturan sebelumnya ditetapkan secara spesifik luas Taman Hutan Raya Ngurah Rai, yaitu seluas 1.375 hektare.

Anggota DPRD Provinsi Bali masih menunggu kajian dari akademis dan instansi terkait untuk rencana reklamasi teluk Benoa, Kabupaten Badung, karena rencana proyek tersebut saat ini menimbulkan pro dan kontra.

Suyasa yang juga anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali mengatakan bahwa pihaknya dalam menyikapi permasalahan tersebut harus ada kajian. Tanpa berdasar, dia tidak berani berkomentar lebih lanjut. Namun, pada akhirnya dewan akan memberi statemen terhadap masalah itu.

Ia mengatakan bahwa pihak eksekutif mesti menyerap aspirasi rakyat Bali dan menyikapi adanya aspirasi untuk mendukung dan penolakan dari komponen masyarakat Bali atas rencana reklamasi itu.

Suyasa meminta segenap komponen masyarakat paham kepentingan-kepentingan pemodal besar di balik rencana reklamasi itu karena reklamasi laut hanya untuk kepentingan bisnis, bukan pelestarian lingkungan.

Gerakan LSM

Menurut Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) Wayan "Gendo" Suardana mengatakan bahwa forum tersebut adalah gabungan masyarakat sipil lintas sektoral yang terdiri atas lembaga dan individu, baik masyarakat adat, pemuda adat, mahasiswa, LSM, seniman, pemuda, dan individu-individu yang peduli lingkungan hidup dan mempunyai keyakinan bahwa reklamasi Teluk Benoa adalah kebijakan penghancuran bagi kelestarian laut beserta isinya serta lingkungan di Bali.

Ia mengatakan bahwa protes dan penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa berpegang teguh terhadap hasil riset dan kajian, di antaranya adalah kajian pemodelan dari Conservation International dan juga hasil riset tentang kawasan suci Teluk Benoa oleh ForBALI yang juga dikuatkan oleh keputusan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang menyatakan Teluk Benoa sebagai kawasan suci.

Direktorat Jenderal (Dirjen) Planologi dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatan (KLHK) dan pemrakarsa juga mengakui bahwa terdapat banyak kelemahan yang ada pada amdal yang bersifat fundamental.

Dengan argumentasi tersebutlah, ForBALI meminta proses amdal dihentikan dan rencana reklamasi Teluk Benoa dibatalkan.

Pemerintah Harus Bersikap

Pemerintah daerah beserta instansi terkait seharusnya membuat penjabaran tentang kawasan suci dalam petunjuk teknis dan pelaksanaan dalam menyikapi keberadaan kawasan Teluk Benoa, Bali.

Sugi Lanus dari Hanacara Society mengharapkan pada pemerintah dan instansi terkait dalam proses tersebut memetakan seluruh kawasan suci di Bali dan penyusunan petunjuk teknis serta lakukan sosialisasi, dan warga Pulau Dewata harus berani melakukan moratorium.

Aksi nyata pemetaan bukan hanya berhenti di atas kertas, melainkan menjadi konsensus dan panduan bersama seluruh rakyat Bali untuk menjaga kedaulatan pangan, air, dan energi Pulau Dewata pada masa depan.

Sementara itu, Manajer Program Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Bali Made Iwan Dewantama mengatakan bahwa tata kelola pesisir Bali harus sejalan dengan konsep laut dan gunung serta keberadaan pura kahyangan.

Dari segi perairan, Bali memiliki potensi yang sangat kaya, baik dari alamnya yang ada di daratan maupun di laut.

Karena itulah wisatawan datang ke Bali. Tidak semata-mata untuk mencari objek wisata modern. Pasalnya, di negara mereka sudah jauh lebih modern dibanding baru akan mewacanakan membangun. Pariwisata Bali berpatokan pada pariwisata budaya, bukan pariwisata modern. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016