Mojokerto (Antara Bali) - Menteri Pertanian Suswono mengingatkan bahwa
tantangan pengembangan pertanian makin berat, tidak hanya tuntutan
peningkatan produktivitas dan efisiensi, tapi juga kesiapan menghadapi
persaingan bebas di kawasan Asia Tenggara.
"Pada 31 Desember 2015 kita masuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
yang berarti kita menghadapi tantangan daya saing," kata Menteri Suswono
di Mojokerto, Jawa Timur, Minggu.
Ia mengatakan dalam cetak biru MEA, pengembangan pangan dan
pertanian didorong untuk memperkuat perdagangan intra dan ekstra ASEAN,
serta daya saing produk.
Sayangnya, menurut dia, daya saing Indonesia, khususnya di bidang
pertanian masih di urutan ke-6, karena sejumlah tantangan belum diatasi,
antara lain terkait produktivitas, peningkatan jumlah lahan pertanian,
efisiensi dengan menekan tingkat potensi kehilangan hasil (losses) pascapanen.
Ia mencontohkan Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menargetkan penambahan lahan pertanian seluas dua juta hektare, namun
sulit terealisasi, terkait regulasi.
Bahkan, kata dia, pemanfaatan lahan terlantar hanya bisa
terealisasi 13 ribu hektare, dari sekitar dua juta hektare. "Jadi,
harus ada pembenahan regulasi," katanya.
Oleh karena itu, ia mendukung rencana presiden terpilih 2014, Joko Widodo untuk melakukan ekstensifikasi lahan.
Selain soal lahan, lanjut Suswono, Indonesia juga perlu lebih
meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang saat ini rata-rata
5,1-5,2 juta ton gabah per hektare.
Peningkatan produktivitas tersebut, kata dia harus pula didukung
oleh pengembangan teknologi pasca panen, agar tingkat kehilangan hasil
yang mencapai 30 persen bisa ditekan.
"Modernisasi (pascapanen) inilah, yang bisa memberikan nilai tambah dan menekan losses (susut)," ujar Suswono.
Oleh karena itu, ia menilai keberadaan PT Lumbung Padi Indonesia
(LPI) sebagai penggilingan padi dan pengolahan beras terpadu perlu
didukung, dan penyebarannya perlu diperluas untuk meningkatkan daya
saing pangan nasional.
Sementara itu, Komisaris Utama LPI Rachmat Gobel mengatakan sebagai
swasta yang menjadi bagian dari pemangku kepentingan untuk membantu
peningkatan kesejahteraan petani, LPI ingin menjadi mitra strategis
petani.
"Kami bermitra dengan kelompok-kelompok tani untuk membeli hasil
panen mereka," katanya. Ia menjamin LPI akan membeli gabah sesuai bahkan
di atas harga pasar.
LPI menggunakan teknologi penggilingan padi dari Jepang. Rachmat
Gobel bersama rekannya Fara Luwia menggandeng Satake membangun
penggilingan gabah dan pengolahan beras terpadu dengan tingkat
kehilangan hasil kurang dari lima persen dan tidak ada limbah (zero waste).
Bahkan, rencananya, kata Fara yang menjadi Dirut LPI, perusahaan
tersebut juga akan mengembangkan produk turunan beras, seperti pakan,
tepung, minyak, dan bihun. (WDY)
Mentan: Tantangan Pertanian Makin Berat
Senin, 8 September 2014 8:47 WIB