Denpasar (Antara Bali) - Pusat Pelayanan Terpadu Pemerdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, Bali, menemukan adanya kejanggalan terkait kasus pencabulan anak di bawah umur (paedofil) yang dilakukan terdakwa Robert Andrew Fiddes Ellis (68), warga negara Australia.
Siti Sapurah, selaku pendamping korban usai menyaksikan sidang yang digelar secara tertutup di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis, menduga adanya unsur tindak pidana perdagangan manusia dalam kasus tersebut.
"Saya melihat ada fakta lain dalam kasus ini karena, saksi korban WN dan N yang masih ada hubungan kakak beradik ini dalam kesaksiannya mengaku disuruh datang ke rumah terdakwa atas permintaan orangtua saksi korban, agar mendapatkan sejumlah uang dari terdakwa," ujarnya.
Dari pengakuan saksi korban dipersidangan, terdakwa sempat memberikan uang Rp300 ribu hingga Rp1 juta kepada korban apabila menginap di rumah Robet.
"Saksi korban juga mengakui diminta menginap ke rumah terdakwa oleh orangtuanya agar saat pulang dari sana membawa uang," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya menduga kasus perlu penelusuran kembali untuk mengungkap jaringan yang lebih besar. "Ini kan sudah masuk ke tindak pidana perdagangan orang dan kenapa ini yang tidak dikejar," ujarnya.
Selain itu, ia menceritakan bahwa korban yang dicabuli terdakwa tidak hanya 14 orang, namun dari hasil pemeriksaan dokter diduga ada 26 korban anak."Namun, kenapa yang masuk BAP hanya 14 anak saja," katanya.
Ia juga menuturkan, saksi korban WL sempat menangis saat memberikan keterangan dalam persidangan, karena korban ketakutan dan paling sering mengalami pelecehan seksual.
Hal berbeda diungkapkan penasihat hukum terdakwa Benny Wijayanto menyebut keterangan saksi N korban lebih banyak menguntungkan terdakwa dibandingkan saksi WL, Karena saksi N ini tidak dilakukan pencabulan hanya memberikan uang Rp500 ribu.
"Yang membawa N ke rumah Robert adalah WL," ujarnya.
Ia juga menegaskan, terdakwa sempat memberikan uang kepada orang tua saksi korban sebesar Rp15 juta untuk memperbaiki rumahnya yang rusak.
Selain itu, Benny mengakui Konsulat Australia sempat menghubunginya agar terdakwa mendapat bantuan hukum dalam persidangan nanti.
"Upaya ini disampaikan konsulat Australia di Bali atas permintaan keluarga Robert kepada pemerintahnya.," katanya. (WDY)
P2TP2A Denpasar Temukan Kejanggalan Kasus Bule Paedofil
Kamis, 14 Juli 2016 20:59 WIB