Denpasar (Antara Bali) - Beragam produk spa yang belakangan menjadi salah satu industri penggerak perekonomian warga di Bali, ternyata diminati masyarakat Australia dan Malaysia.
"Produk spa semacam scrub, lulur, sabun, masker dan massage oil, banyak dipesan secara rutin pembeli dari Malaysia dan Australia. Sesekali ada juga pembeli dari Jepang yang datang langsung ke Pulau Dewata untuk belanja produk spa," kata Ni Wayan Djani, pelaku usaha produk spa di Denpasar, Senin.
Besarnya minat pembeli dari negeri jiran, lanjut dia, menunjukkan apresiasi dan kepercayaan masyarakat mancanegara terhadap produk spa yang dibuat di Bali.
Djani menyatakan, padahal ketika dirinya merintis usaha pada tahun 1993, banyak yang mencemoh dan mengatakan bahwa produk yang dibuatnya merupakan barang dagangan "balian" atau dukun.
"Bisa dibilang saya yang merintis usaha ini, karena di Bali waktu itu belum ada produk spa. Tapi saya merintisnya di Jakarta, karena ada kerja sama dengan mall Sarinah yang memasok produk spa ke Belanda," ujarnya.
Setelah berkembang di Jakarta, Djani dan keluarga memutuskan kembali ke Bali dan menetap di wilayah Sanglah - Denpasar. Djani pun memulai lagi dari titik nol untuk membesarkan usaha spa dan aktif mengikuti berbagai pameran agar produknya dikenal masyarakat.
Langkah pameran menjadi promosi yang efektif, terbukti berbagai pesanan kemudian bermunculan dari pemilik usaha spa di Bali. Meski demikian, pelanggan dari Jakarta pun masih loyal dengan berlangganan produk spa yang berlabel "Ananta Bali".
Djani menyebutkan, harga produk spa bervariasi dan dijual dengan kemasan yang berbeda-beda. Namun, pembeli dari kalangan pengusaha spa lebih suka mengorder dalam takaran kilogram. Atau literan jika produk itu berupa massage oil.
"Kalau membeli eceran, untuk produk scrub harganya Rp15 ribu/100 gram. Ukuran 500 gram harganya Rp45 ribu. Massage oil sering dipesan literan dengan harga Rp150 ribu per liternya," ujar dia.
Djani meneruskan, ketika memasuki era MEA, dirinya justru melihat banyak pengusaha produk spa skala kecil yang akhirnya memilih gulung tikar berhubung tidak dapat mengikuti standarisasi yang ditetapkan BPOM.
Seharusnya, ucap dia, ada perlindungan terhadap pengusaha kecil agar tidak mati dan bisa tumbuh berkembang sehingga turut berkontribusi sebagai penggerak ekonomi masyarakat.
"Mestinya pengusaha kecil yang terkategori usaha kecil menengah (UKM) itu diberi bimbingan dan diberi waktu untuk mencapai standar yang ditetapkan. Dengan masa MEA, di mana pengusaha asing bebas untuk berbisnis atau melakoni usaha di mana saja termasuk Bali, justru akan memukul usaha skala kecil," ucap dia menyayangkan.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Bali I Dewa Nyoman Patra menyatakan, dukungan terhadap pelaku UKM salah satu bentuknya adalah setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu, diberikan tempat untuk memajang produk di Art Centre secara gratis.
Dia menyatakan, dukungan untuk memajang dan menjual produk secara gratis di Art Centre Denpasar berlangsung Maret 2016 sampai akhir tahun ini.
"Bagi pelaku UKM yang baru merintis bisnis, kami berikan pelatihan dan bimbingan terkait cara mengelola manajemen usaha dan permodalan," katanya," ujar Dewa Patra. (WDY)
Produk Spa Bali Diminati Australia dan Malaysia
Senin, 15 Februari 2016 9:38 WIB