Bogor (Antara Bali) - Guru Besar Tetap Fakultas Kehutanan IPB, Prof Yusuf Sudo Hadi mengatakan, untuk memperpanjang masa pakai kayu pada saat ini dapat dilakukan tanpa bahan pengawet sehingga lebih aman dan tahan lama.
"Teknik pengawetan kayu yang lebih ramah lingkungan yakni melalui modifikasi kimia kayu dengan metode pengasapan, asetilasi, furfurilasi, kayu plastik, maupun komposit kayu plastik," kata Prof Yusuf di Bogor, Jumat.
Dikatakannya, kebutuhan kayu bulat untuk industri perkayuan di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2013 angkanya mencapai 40 juta meter kubik (m3) dipenuhi sekitar 60 persen dari hutan tanam.
Berbeda dengan di era tahun 1990, kebutuhan kayu bulat untuk industri perkayuan 90 persen berasal dari hutan alam. Namun, semakin tingginya jumlah permintaan dan berkurangnya jumlah hutan alam, kini pasokan berasal dari hutan tanaman.
Sementara itu, kayu dari hutan tanam pada umumnya lebih rentan diserang rayap tanah. Karena digunakan pada usia muda. Berbeda dengan kayu hutan alam yang sudah berusia puluhan tahun jadi memiliki ketahanan lebih.
"Dalam penelitian Dodi Nandika (2015) kerentanan ini menimbulkan kerugian akibat serangan rayap pada bangunan rumah di Indonesia yang pada tahun 2015 tercatat mencapai Rp8,7 triliun," katanya.
Perlu usaha untuk meningkatkan ketahanan kayu terhadap serangan bio-deteriorasi, khususnya rayap. Namun memperpanjang masa pakai kayu dengan teknik pengawetan menggunakan bahan kimia beracun dapat memberikan efek samping yakni berbahaya bagi kehidupan organisme sekitarnya termasuk manusia.
"Lima teknik memperpanjang masa pakai kayu tanpa bahan pengawet ini telah teruji mampu tahan terhadap serangan rayap," katanya.
Dijelaskannya, teknik kayu asap merupakan cara yang sudah diterapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak lama. Namun cara inipun sudah ditinggal khususnya masyarakat perkotaan. Tradisi ini masih dipertahankan orang jaman dahulu di pedesaan dimana di bagian dapur selalu menyimpan kayu di atas kompor memasak.
"Asap mengandung bahan kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam, organik, alkohol, ester, hidrokarbon dan berbagai bahan heteroksiklis. Phenol dan turunannya mempunyai sifat racun terhadap bakteri, rayap maupun jamur," katanya.
Teknik berikutnya kayu asetat. Asitilasi terjadi karena gugusan hidroksil pada kayu bereaksi dengan anhidrida asetat melalui reaksi kimia dengan ikatan kovalen.
"Kayu asetat lebih tahan dari pada kayu kontrolnya terhadap serangan rayap tanah maupun rayap kayu kering. Setelah diuji selama tiga tahun, komposit kayu asetet mempunyai ketahanan sangat baik terhadap serangan jamur perusak kayu," katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, teknik pengawetan ketiga yakni kayu furfuril yang berasal dari hasil reaksi antara kayu dengan furfuril alkohol (FA) dan Wood Plastic Composite (WPC) atau komposit kayu plastik sebagai indikator hasil reaksinya, semakin tinggi WPG warna kayu semakin gelap.
"Katu FA dan WPC lebih dari 40 persen sangat tahan terhadap serangan rayap tanah setelah diuji selama satu tahun," katanya.
Dari kelima teknik pengawetan tanpa bahan pengawet tersebut, teknik kayu plastik lebih banyak digunakan terutama di negara-negara berkembang sudah banyak yang menggunakan kayu plastik untuk perumahan.
Kayu plastik dibuat dengan cara cairan monomer plastik masuk ke dalam rongga sel kayu atau ruang kosong lainnya, kemudian berpolimerisasi menjadi molekul yang lebih besar dan keras, dapat menahan perubahan bentuk sel kayu akibat pengaruh air dan lebih tahan terhadap serangan rayap maupun jamur.
"Saat ini di Indonesia penggunaan kayu plastik baru oleh kalangan hotel, atau usaha lainnya. Baru ada tiga pabrik yang menghasilkan kayu plastik, harga juga jauh lebih mahal dari kayu lainnya," kata Prof Yusuf. (WDY)