Kuta (Antara Bali) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertajam peran "whistle blower" atau pelapor atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum di internal lembaga itu sebagai salah satu rencana strategis tata pemerintahan yang baik di OJK pada tahun 2015.
"Kami telah membuat inventarisasi dengan membuat sistem yang canggih dan dikelola pihak ketiga independen," kata Anggota Dewan Komisioner OJK, Ilya Avianti saat menjadi pembicara dalam Pendidikan Jurnalistik Keuangan OJK di Legian Kuta, Kabupaten Badung, Selasa.
Menurut dia, pihaknya menjamin kerahasiaan pelapor dengan kebebasan pelapor memberikan nama atau dengan tidak menyebutkan nama (anonim) disamping merevitalisasi peran "whistle blowing system" (WBS) melalui integritas sistem, aksesebilitas, komunikasi, dan komitmen penguatan integritas OJK.
Dia menyatakan bahwa identitas pelapor yang mengadukan oknum di OJK dinilai tidak begitu penting asalkan validitas substansi pengaduan yang dinilai lebih penting.
Pelaporan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh insan OJK tersebut di antaranya korupsi, kolusi dan nepotisme, kecurangan meliputi penipuan, penggelapan aset, pembocoran informasi, pencurian, pembiaran melakukan pelanggaran, benturan kepentingan, dan perbuatan melanggar hukum dan peraturan internal di lembaga pengawas itu.
Pengaduan tersebut, lanjut dia melalui laman WBS OJK dan akan mendapatkan akun pengguna atau "user id" bagi setiap pelapor dan dikelola oleh konsultan atau pihak ketiga independen.
"Orang OJK tidak akan ada yang tahu pelapor itu bahkan konsultan pun tidak tahu karena dia hanya mencantumkan `user id`," imbuhnya.
Untuk mengantisipasi laporan palsu atau unsur fitnah mengingat pelapor bisa anonim, pihaknya akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu dan pemeriksaan mendalam untuk selanjutnya ditindaklanjuti.
Sedangkan bagi pelapor yang mau membuka identitasnya, pihaknya akan memberikan penghargaan atau "reward" tertentu meskipun kebanyakan pelapor tidak mau diketahui identitasnya.
"Anonim tidak masalah yang terpenting substansi laporan,"ucapnya.
Hingga saat ini, lanjut dia, baru beberapa laporan yang masuk terkait oknum di lembaga pengawas tersebut namun hal itu baru sebatas laporan terkait pelanggaran kebijakan.
Adanya revitalisasi WBS itu, ucap Ilya, berangkat dari kualitas tata pemerintahan yang dinilai masih menjadi masalah utama dalam bisnis di Tanah Air.
Ilya mengutip berdasarkan data World Economic Forum tahun 2013, komposisi masalah terbesar adalah korupsi yang mencapai 15,7 persen, birokrasi (8,3) dan inkonsistensi kebijakan (6,9).
Revitalisasi "whistle blowing system" menjadi salah satu program OJK yang mencanangkan tahun 2015 ini sebagai tahun penguatan integritas, disamping pengendalian gratifikasi dan fungsi anti-fraud.
Sedangkan bagi masyarakat yang ingin mendapatkan edukasi jasa keuangan atau memberikan laporan atau pengaduan terkait pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan, pihaknya telah menyediakan layanan konsumen.
Layanan konsumen itu melalui sambungan telepon di 021-500655, faksimili 021-3866032 atau melalui e-mail yakni konsumen@ojk.go.id. (WDY/DWA)
OJK Pertajam Peran "Whistle Blower" 2015
Selasa, 12 Mei 2015 12:31 WIB