Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menindaklanjuti hasil pemantauan Ombudsman RI Perwakilan Bali terkait temuan kecurangan pada ujian nasional jenjang SMA/SMK pada 13-16 April 2015 dengan mengundang jajaran Disdikpora kabupaten/kota.
"Kami menyampaikan terima kasih atas pemantauan yang dilakukan Ombudsman pada pelaksanaan UN SMA/SMK yang baru saja dilaksanakan dan akan menjadikan masukan ini sebagai bahan evaluasi guna mewujudkan pendidikan yang lebih berkualitas," kata Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta saat memimpin pertemuan yang menghadirkan jajaran Ombudsman dan Kadisdikpora itu, di Denpasar, Kamis.
Selain itu, dalam pertemuan itu juga mengundang kepala SMA, SMK, dan SMP yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).
Sudikerta berpandangan, dengan temuan kecurangan pelaksanaan UN beberapa waktu lalu itu ternyata masih banyak hal yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan UN.
"Harapan kami, berbagai temuan ini menjadi acuan agar hal serupa tak terjadi lagi pada pelaksanaan UN tingkat SMP," ujarnya.
Selain itu, dia minta dukungan semua pihak untuk mewujudkan UN yang kredibel, jujur, transparan dan bermartabat. "Jangan bodohi anak-anak kita dengan sengaja membiarkan mereka menyontek atau membantu memberi kunci jawaban. Biarkan anak-anak kita menyelesaikan soal-soal ujian dengan mandiri dan sesuai kemampuan," tambah Sudikerta.
Menurut dia, jika para siswa dididik dengan pola-pola kecurangan akan menjadi SDM yang tidak berkualitas dan tidak mampu menjadi pemenang dalam persaingan yang makin ketat
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab mengemukakan berdasarkan hasil pantauan pihaknya pada sejumlah sekolah, masih ditemukan sejumlah kecurangan pada pelaksanaan UN tahun ini. Kecurangan didominasi oleh pemanfaatan "gadget" oleh peserta ujian. "Kecurangan ini dipicu oleh lemahnya disiplin pengawas," ujarnya.
Kecurangan lainnya, masih ada siswa yang bekerja sama, mencontek dan kondisi ruang ujian yang kurang mendukung. Tentu saja, hasil temuan itu tak bisa dijadikan alasan untuk mengklaim bahwa UN tak berjalan dengan baik. Karena pihak Ombudsman hanya menggunakan sampel dalam pemantauannya.
Umar menambahkan, meski masih ditemukan beberapa kecurangan dalam pelaksanaannya, dia menilai pelaksaanaan UN dengan Computer Based Test (CBT) jauh lebih baik dibandingkan sistem Paper Based Test (PBT). "Pelaksanaannya jauh lebih progresif dengan perubahan yang cukup signifikan," ujarnya.
Selain itu, hasil UN yang tidak menentukan kelulusan siswa juga membawa semangat perubahan yang cukup positif bagi dunia pendidikan. UN tahun ini lebih dititikberatkan pada pengukuran integritas para siswa, sekolah dan pemerintah sebagai pelaksana program pendidikan.
Untuk itu, dia berharap itikad baik semua pihak untuk mengawal tujuan baik ini. Berbagai hasil pantauan ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi oleh pihak terkait agar hal serupa tak terjadi lagi pada pelaksanaan UN Tingkat SMP yang akan berlangsung Mei mendatang.
Selain itu, Ombudsman RI juga menyarankan agar lembaga terkait mengevaluasi kinerja pengawas serta sekolah yang siswanya masih ditemukan menggunakan alat telekomunikasi pada pelaksanaan UN. "Kami juga mendorong pelaksanaan UN berbasis CBT dapat total dilaksanakan mulai tahun 2016," katanya. (WDY)