Jakarta (Antara Bali) - Komisi VII DPR RI menyetujui usulan Kementerian ESDM untuk menaikkan subsidi bahan bakar nabati khusus untuk campuran ke bahan bakar minyak bersubsidi.
Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika dalam rapat asumsi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (RAPBN-P) 2015 di Jakarta, Rabu malam, mengatakan subsidi BBN biodiesel disetujui Rp4.000 per liter sedangkan BBN bioethanol Rp3.000 per liter.
"Kalau untuk ke BBM nonsubsidi atau non PSO (public service obligation) tidak disetujui, tapi kami setujui untuk yang PSO atau subsidi," katanya.
Subsidi BBN mengalami kenaikan dari APBN 2015 yang mematok harga biodiesel Rp1.500 per liter dan bioethanol Rp2.000 per liter.
Pada awalnya, Kementerian ESDM mengusulkan subsidi BBN jenis biodiesel sebesar Rp5.000 per liter, sedangkan bioetanol sebesar Rp3.000 per liter.
Usulan tersebut diambil berdasarkan simulasi dengan Mean of Platts Singapore (MOPS) solar sebesar 30 dolar AS -- 125 dolar AS per barel dengan kurs rupiah terhadap dolar AS dalam asumsi makro RAPBN-P 2015 sebesar Rp12.500.
Berdasarkan simulasi tersebut, dengan prediksi kisaran MOPS solar untuk 2015, maka besaran alokasi subsidi secara rata-rata adalah Rp4.154 per liter. Untuk mengakomodasi kondisi MOPS dan HIP biodiesel, maka pemerintah mengajukan besaran alokasi sebesar Rp5.000 per liter.
"Subsidi Rp5.000 itu terlalu besar, padahal patokan di pasar global Rp4.000. Makanya kami sepakati subsidi BBN biodiesel jadi Rp4.000, turun dari harga awal yang diusulkan. Sementara untuk bioethanol kami sepakati di Rp3.000 per liter," kata Kardaya.
Menteri ESDM Sudirman Said, dalam kesempatan yang sama, mengatakan pemerintah punya dua tujuan dalam usulan meningkatkan subsidi BBN.
"Pertama adalah diversifikasi energi primer dan kedua adalah bagaimana kita memberi sinyal yang jelas akan pengaturan harga (BBN)," katanya.
Sudirman menjelaskan diversifikasi energi primer harus segera dilakukan untuk mengantisipasi ketika harga BBM nanti kembali di titik normal.
Terlebih pemerintah juga sudah menargetkan 30 persen penggunaan BBN pada 2025 dalam kebijakan energi nasional.
"Diversifikasi energi primer harus dilakukan juga supaya kita tidak bergantung terus pada energi fosil. Diversifikasi memang mahal, tetapi akan sama mahalnya saat harga minyak tinggi yang sampai 100 dolar AS per barel," katanya.
Sementara kepastian harga BBN diharapkan bisa mendorong industri bahan bakar nabati untuk lebih maju.
"Insentif yang cukup menarik kami berikan kepada investor karena kita harus beri sinyal jelas. Kalau harganya menarik, industrinya tentu bisa maju," ujarnya. (WDY)