Yogyakarta (Antara Bali) - Mahasiswa Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta melaksanakan studi ekskursi konservasi penyu di Pulau Serangan, Bali.
"Studi ekskursi konservasi penyu itu kami lakukan di Turtle Education and Conservation Center (TCEC)," kata salah seorang mahasiswa Dian Rahmawati di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, TCEC merupakan wahana konservasi yang diprakarsai sejumlah tokoh pelestarian lingkungan di Bali, World Wildlife Fund (WWF), dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
"Penyu di Pulau Serangan ada tiga jenis yakni penyu hijau, penyu sisik, dan penyu Lekang, yang masing-masing penyu memiliki ciri morfologi berbeda setiap spesies. Ciri yang membedakannya adalah warna dan motif cangkangnya," katanya.
Ia mengatakan telur penyu yang ditangkarkan di Pulau Serangan itu berasal dari berbagai daerah seperti Jember, Kediri, Banyuwangi, dan Alas Purwo, Jawa Timur, yang dibeli dari para nelayan.
"Telur-telur itu diperoleh dengan membeli dari penemu telur seharga Rp50 ribu per butir. Penyu dapat bertelur hingga 100 butir dalam sekali bertelur, dan akan mengalami masa inkubasi selama 50 hari hingga akhirnya menetas," katanya.
Pada prosesnya, kata dia, telur yang diperoleh itu kemudian diletakkan pada tempat khusus yang telah diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai lingkungan aslinya, yakni pasir.
Pada tempat buatan itu telur dengan jumlah tertentu akan dimasukkan ke dalam lubang dan ditimbun dengan pasir, kemudian pada pagian pinggir lubangnya diberikan jaring yang terbuat dari kawat dan diberikan tanda yang menunjukkan waktu telur mulai ditimbun.
"Hal itu dilakukan agar tukik yang nanti telah menetas tidak saling bercampur dengan kelompok telur lainnya," katanya.
Menurut dia, setiap hari penangkaran itu melepaskan 10-20 tukik ke pantai melalui kegiatan adopsi yang dilakukan para wisatawan, yakni setiap wisatawan diharuskan membayar 10 dolar AS untuk setiap ekornya.
"Tukik yang mereka beli itu nanti akan dilepas ke laut. Rata-rata dalam setahun sebanyak 6.000-7.000 tukik telah dilepas ke laut. Pada proses pelepasan, tukik yang telah dilepaskan secara alamiah akan segera menuju ke arah laut," katanya.
Ia mengatakan pada saat pelepasan yang perlu diperhatikan adalah tukik tidak boleh dipegang kembali jika tukik tersebut justru tidak berjalan ke arah pantai. Hal itu dilakukan agar tukik dapat mengenali medan magnet bumi sehingga memudahkan kembali ke tempat asalnya ketika akan bertelur.
"Penyu yang siap bertelur biasanya ketika usia 12-15 tahun. Dalam satu kali peneluran, penyu dapat menghasilkan 100-300 butir telur yang terjadi mulai bulan April hingga Agustus," katanya. (WDY)
Mahasiswa UNY Studi Ekskursi Konservasi Penyu Serangan
Senin, 12 Januari 2015 8:26 WIB