Bogor (Antara Bali) - Indonesia dan Eropa menandatangani kerja sama untuk menyelamatkan satwa endemik Indonesia, seperti banteng jawa (Bos javanicus), anoa (Bubalus quarlesi), dan babi rusa (Babyrousa babirussa) agar terhindar dari kepunahan.
"Kerja sama itu diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum Of Understanding/MoU) antara Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia, Kementerian Kehutanan, dan 'European Association of Zoos and Aquaria' (EAZA)," kata Sekjen Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) Tony Sumampau kepada Antara di Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Ia menjelaskan MoU itu dilakukan bersamaan dengan kegiatan lokakarya manajemen kebun binatang bertema "Menuju Pengelolaan Jenis di Lembaga Konservasi Secara Terpadu" yang diikuti direktur kebun binatang/taman satwa di Indonesia, PKBSI, Kemenhut, yang dipusatkan di lembaga konservasi "ex-situ" (di luar habitat alami) Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jabar pada 6 November 2014.
Selain itu, juga dihadiri peserta dari mancanegara, di antaranya James Burten dari Lembaga Konservasi Alam Dunia (Intemational Union for Conservation of Nature/IUCN), Kristin Leus (EAZA), Christian Kern (Berlin Park), Francis Cabana (Animal Asia Foundation), Rebecca Willers (Curator Shepreth Wildlife Park), Erin Ivory (Animal Management Supervisor North Carolina, Amerika Serikat), Dr Jake Veasey, BSc ,MSc, dan PhD, Cbiol, Mbiol (Canada Zoo).
Ia mengatakan pada kesempatan tersebut Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kemenhut Bambang Dahono Adji menyampaikan bahwa berdasarkan pengamatan pihaknya ternyata di beberapa kebun binatang di Indonesia, ada yang sudah melakukan "breeding" (penangkaran), tapi ada juga yang tidak melakukan sehingga itu yang menjadi masalah.
Menurut dia pihak luar negeri sudah berpikir bahwa banteng saja sudah tidak dilakukan "breeding" sehingga dibutuhkan kerja sama, seperti untuk banteng.
Ia juga menegaskan di luar negeri banteng sudah punah, oleh karena itu banteng dan anoa yang masih ada di Indonesia harus benar-benar terjaga dengan konservasi melalui penangkaran.
Oleh karena itu, kata dia, strategi Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut semua lembaga konservasi harus punya satu jenis model yang mau dikembangbiakkan.
Sementara itu, Tony Sumampau yang juga Direktur TSI Cisarua mengatakan, tujuan pertemuan dan lokakarya itu untuk membahas soal pengelolaan kebun binatang dan kesejahteraan satwa, yang harus ditingkatkan, karena masih banyak kebun binatang yang perlu diperbaiki manajemennya.
Pihaknya berharap berbagai pihak bekerja sama untuk meningkatkan mutu pengelolaan kebun binatang yang baik.
Misalnya, kata dia, membangun sarana/kandang yang baik, memberi nutrisi yang baik pada satwa.
Dalam pertemuan itu para peserta juga bisa mengusulkan tentang lahan yang akan mereka bangun.
Ia menambahkan sebagai lembaga konservasi "ex-situ" TSI sendiri sudah banyak melakukan penangkaran satwa asli Indonesia seperti harimau sumatera, anoa.
Selain itu, saat ini ada gajah sumatera yang lahir di Taman Safari Prigen, Jawa Timur, sehingga sudah ada 32 ekor gajah sumatera yang lahir di TSI.
Lokakarya yang dihadiri Ketua PKBSI Rahcmat Shah, Sekretaris Ditjen PHKA Novianto Bambang itu juga menghadirkan nara sumber dan pakar yang kompeten di bidang pengelolaan kebun binatang.
Nara sumber tersebut antara lain dari Animal Asia Foundation (AAF), EAZA Species Management Coordinator, dan Spesies Survival Commission (SSC)-IUCN.
"Diharapkan hasil lokakarya ini dapat dilaksanakan guna meningkatkan mutu pengelolaan secara profesional," katanya. (WDY)
Indonesia- Eropa Berkomitmen Selamatkan Banteng dan Anoa
Selasa, 11 November 2014 15:42 WIB