Denpasar (Antara Bali) - Dunia perkerisan di Bali kini bangkit kembali setelah cukup lama tenggelam, yakni sejak dinasti kerajaan tidak lagi berkuasa di Pulau Dewata pasca-proklamasi kemerdekaan RI.
"Kini bangkit kembali setelah keris tidak hanya dipandang sebagai benda sakral untuk kelengkapan kegiatan ritual, namun juga sebagai benda seni, sekaligus benda budaya yang diagungkan," kata Pande Wayan Suteja Neka, pendiri dan pengelola Museum Neka Ubud Gianyar, di Denpasar, Selasa.
Ia menyebutkan, masyarakat Bali menilai keris sebagai benda yang sangat sakral, karena sebagian besar kegiatan ritual keagamaan melibatkan keris pusaka sebagai salah satu kelengkapannya.
Suteja Neka yang kini mengkoleksi ratusan keris di museum miliknya, mengatakan, masyarakat Bali yang dulunya hanya meyukai keris kuno, kini mulai tertarik dengan keris-keris baru (kamandikan).
Seiring dengan itu, di lingkungan masyarakat juga tumbuh pemahaman baru yang menganggap keris sebagai barang seni dan budaya yang mengagumkan.
Akibatnya, kata Suteja Neka, keris belakangan seolah bangkit kembali "popor" dan keberadaannya di masyatakat.
Keris juga merupakan sebuah simbol kekuatan leluhur dan alam sementa, ujar Neka yang mempunyai koleksi 272 keris dan menerima penghargaan dari Sekjen Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia sebagai pelestari keris dan Dewan Pakar Keris.
Meskipun keris dianggap sebagai benda sakral, menurut Suteja Neka, ada segelintir orang di Bali yang mulai memperdagangkan keris, seperti yang selama ini lumrah terjadi di Jawa dan daerah lainnya di Indonesia.
"Meskipun demikian, rata-rata masyarakat Bali masih menjunjung tinggi makna dan nilai sakral sebilah keris," ujar Suteja Neka yang telah mengoleksi keris lebih dari setengah abad lamanya.
Ia menilai, masyarakat Bali yang mewarisi keris dari leluhurnya sangat mengkeramatkannya, bahkan rumah tangga yang belum memiliki keris pusaka, kebanyakan memesan keris baru dari perajin yang membuatnya.
Keris baru tersebut selanjutnya menjalani proses ritual sebelum dijadikan kelengkapan dalam kegiatan ritual keagamaan.
Demikian pula Hari Tumpek Landep yang dirayakan setiap 210 hari sekali, khusus melakukan persembahan suci untuk segala jenis benda yang tajam seperti keris dan senjata pusaka.
Tumpek Landep bagi umat Hindu merupakan hari peringatan untuk memohon keselamatan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Senjata atau peralatan dari bahan logam seperti besi, perak dan emas.
"Keakraban masyarakat Bali dengan keris pusaka dalam hidup keseharian juga tercermin dalam tarian keris yang terkesan menggiriskan hati, karena penari menusuk-nusukkan keris ke bagian tubuhnya," tutur Pande Wayan Suteja Neka.(*)