Denpasar (Antara Bali) - Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhyono lebih terbuka menjelaskan butir-butir penting surat yang dikirimkan Perdana Menteri Australia Tony Abbott terkait tanggapan atas kasus penyadapan.
"Kita sejauh ini hanya menerima gambaran bahwa dalam surat itu dikatakan untuk penyelesaian masalah penyadapan yang dilakukan Australia diperlukan suatu protocol atau code of conduct (pedoman perilaku)," kata Helmy di sela-sela kunjungan kerjanya di Denpasar, Rabu.
Menurut politisi PDIP itu, tanpa "code of conduct" pun sudah jelas bahwa penyadapan yang dilakukan oleh Australia merupakan tindakan ilegal. Jadi tidak perlu berdasarkan pedoman seperti itu karena Australia sudah jelas melanggar norma dan prinsip hubungan bertetangga yang baik.
"Kasus penyadapan oleh pihak Australia ini telah menjadi isu publik. Jadi penyelesaiannya juga tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara diplomasi tertutup antara kepala negara atau kepala pemerintahan," ucapnya.
Yang terpenting untuk dituntut, lanjut dia, adalah pernyataan permintaan maaf PM Australia yang disampaikan kepada publik dan diketahui masyarakat Indonesia.
Helmy menambahkan bahwa dengan adanya kasus penyadapan tersebut sudah mengganggu kehormatan martabat bangsa Indonesia, apalagi tindakan ilegal penyadapan dilakukan kepada kepala negara dan pejabat negara lainnya.
"Selanjutnya perlu dilakukan adalah dapat menunjukkan kepada Australia bahwa akibat tindakan ilegalnya tersebut bisa berdampak buruk bagi kepentingan strategis negara mereka dan ada ongkos politik yang harus dibayarkan," katanya.
Di sisi lain, upaya-upaya pencegahan akan terulangnya kasus serupa harus diciptakan sehingga negara-negara sekitar akan segan dan tidak berani bertindak yang dapat merugikan kepentingan nasional.
"Semua norma internasional pun tidak membenarkan upaya-upaya pelanggaran privasi suatu warganegara yang dilakukan oleh negara lain, apalagi pelangggaran itu dilakukan terhadap kepala negara dan ibu negara," ucap Helmy. (LHS)