Negara (Antara Bali)- Warga di Desa Tuwed, Kabupaten Jembrana minta aparat hukum menyelidiki Program Agraria Nasional (Prona) sertifikat tanah, karena menduga ada pengelembungan biaya.
Informasi yang dihimpun Senin menyebutkan, di desa tersebut biaya pengurusan sertifikat lewat prona beragam, ada yang Rp600 ribu, Rp800 ribu, Rp1 juta, Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta.
"Saya mengurus empat buah sertifikat, setiap sertifikatnya dikenakan biaya Rp800 ribu. Padahal saat rapat di kantor desa, biayanya tidak sebesar itu," kata H. Hamzah, salah seorang warga di Dusun Munduk Bayur.
Empat sertifikat yang ia urus tersebut berasal dari warisan almarhum ayahnya, yang tanahnya dijadikan empat petak.
Perbekel atau Kepala Desa Tuwed, Ketut Suarna saat dikonfirmasi mengaku, dirinya kurang tahu soal biaya prona, karena pengurusan lebih banyak dilakukan Kepala Urusan Pemerintahan Desa.
"Kebetulan hari ini dia izin tidak masuk kerja. Soal berapa biaya prona dan rinciannya, saya kurang tahu," katanya.
Namun ia mengakui, rapat sekaligus sosialisasi program tersebut, pihaknya mengatakan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya memberikan subsidi Rp300 ribu untuk setiap sertifikat.
Setelah dihitung biaya lain-lain seperti patok, materai, pengukuran serta konsumsi, disepakati setiap warga dipungut biaya Rp600 ribu.
"Kalau ada pungutan biaya melebihi kesepakatan tersebut saya tidak tahu. Akan saat tanyakan dulu ke Kepala Urusan Pemerintahan," ujarnya.
Beberapa kali Prona di Kabupaten Jembrana diprotes warga, bahkan sampai masuk ke ranah hukum, dan beberapa panitia di desa sempat diadili di Pengadilan Tipikor Bali.(GBI)