Denpasar (Antara Bali) - Proyek pembangunan "underpass" atau jalan bawah tanah simpang Dewa Ruci, Kuta, Kabupaten Badung, bertujuan mengurai kemacetan lalu lintas di Bali bagian selatan menunai berbagai kritikan dari masyarakat.
Bahkan menjelang selesainya pembangunan yang menelan ratusan miliar rupiah itu, dan akan diserahterimakan oleh pemenang tender proyek PT Adhi Karya Tbk kepada pemerintah, tak henti-hentinya dikritisi, karena dinilai pengerjaannya tidak sesuai besaran teknis (bestek).
Yang paling mencengangkan adalah pembangunan dibagian dak atau pengecoran lantai jalan, semestinya menggunakan beton saja, namun pemborong tidak bisa berkelit karena jalan tersebut bergelombang dan beberapa kali sudah tambal sulam.
Namun tidak habis pikir, pemborong akhirnya memutuskan menggunakan aspal curah (hotmix). Tentu masyarakat kecewa dengan pengerjaan seperti itu diluar bestek, sebab kontur tanah yang labil dan berada dekat hutan bakau, sehingga kekhawatiran ketahanan jalan bawah tanah pertama kali di Bali itu tak memberi jaminan usia bangunan tersebut.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Provinsi Bali Wayan Adnyana di Denpasar baru-baru ini mengatakan jalan bawah tanah yang dicor dengan beton tersebut bergelombang kemungkinan konstruksinya tidak sesuai bestek atau memang pengerjaannya kurang berkualitas.
"Hemat kami Jalan `underpass` tersebut bergelombang kemungkinan ada dua penyebab, yaitu tak sesuai bestek atau pengerjaannya kurang berkualitas," katanya.
Ia mengatakan pihaknya sudah membaca keluhan masyarakat dari media massa, bahwa kondisi jalan tersebut bergelombang dan kurang rapi, termasuk juga penataan tamannya jelek.
"Masyarakat berhak menilai proyek jalan bawah tanah yang menelan dana ratusan miliar rupiah, karena dana tersebut dari APBN maupun APBD. Dan yang memanfaatkan jalan itu juga masyarakat lokal di samping juga wisatawan yang kebetulan berlibur di Pulau Dewata," kata Adnyana yang juga anggota Komisi III DPRD Bali ini.
Tentu keluhan masyarakat terkait jalan tersebut pihaknya akan menyikapi dengan melakukan meninjauan ke lapangan dalam waktu dekat, sebelum proyek tersebut diserahterimakan dari pemenang tender proyek PT Adhi Karya Tbk kepada pemerintah.
"Untuk menanggapi atau menilai jalan `underpass` bergelombang seperti yang dikeluhkan masyarakat, kami akan melihat dulu secara langsung ke lapangan. Kami belum bisa menyimpulkan penyebab jalan tersebut bergelombang. Apakah karena tak sesuai bestek atau memang kualitas pengerjaannya jelek," katanya.
Ia mengatakan kalau dari keberadaan jalan itu lokasi dan kuntur tanahnya memang labil, karena dekat hutan bakau. Sehingga jika sampai bergelombang seperti apa yang dikeluhkan warga, maka instansi terkait harus melakukan peninjauan. Kalau memang jelek kualitas dan tak sesuai bestek, maka harus dibongkar.
"Jalan `underpass` tersebut bertujuan untuk mengurai kemacetan Bali bagian selatan, Karena itu pengerjaannya harus berkualitas, sebab kendaraan yang akan lalu lalang setiap hari mencapai puluhan ribu unit," kata politikus Partai Demokrat Bali.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Badung Made Sumerta berencana melakukan peninjauan kembali terhadap jalan bawah tanah (underpass) di simpang Dewa Ruci, Kuta, dikeluhkan masyarakat akibat bergelombang yang diduga tak sesuai bestek.
"Kami segera akan turun untuk melihat lebih dekat jalan yang menelan dana ratusan miliar tersebut. Karena ditengarai tak sesuai dengan bestek, sebab kondisi jalan itu bergelombang," kata Sumerta di Mangupura, Ibu Kota Kabupaten Badung, Jumat lalu.
Menurut dia, kalau pembangunan tidak sesuai dengan bestek harus dilakukan pembongkaran, sehingga ke depannya tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar, terutama menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
"Ini baru tahap uji coba. Namun kami harus juga melakukan evaluasi dan peninjauan terhadap jalan tersebut," kata politikus PDIP asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan.
Sumerta yang setiap hari juga mengunakan jalan tersebut mengatakan, pihaknya juga merasakan jalan yang dirabat dengan beton itu bergelombang alias tidak rata. Apalagi ada semacam tambal sulam di jalan tersebut.
"Kok, kesannya jalan tersebut tidak kokoh. Makanya tidak salah masyarakat mengeluhkan proyek `underpass` yang dibangun PT Adhi Karya Tbk dengan nilai kontrak sebesar Rp136,19 miliar," katanya.
Ia mengatakan, baru diuji coba saja jalan tersebut bergelombang, apalagi sudah dioperasikan secara berkelanjutan. Ini jelas ada dugaan tidak sesuai dengan bestek atau kualitas rabatan beton rendah.
"Kami saat peninjauan ke lapangan akan melibatkan instansi terkait guna mengetahui kualiatas jalan itu, apakah sesuai dengan bestek atau tidak, termasuk campuran betonnya. Jika tidak sesuai bestek dalam pengerjaan proyek bisa saja terjadi bergelombang, sebab di kawasan tersebut kuntur tanahnya labil karena dekat hutan bakau," ujarnya.
Selain itu Sumerta juga menyoroti penataan taman di sekitar jalan bawah tanah tersebut, karena terkesan kering tanpa ditanami pohon-pohon perindang besar. Ini jelas tidak mencerminkan Bali yang hijau dan bersih.
"Penataan tamannya juga asal tanam. Tidak memikirkan estetika keindahan. Pohon ditanam kecil-kecil kapan akan besarnya, mengapa tidak sekalian yang tanggung ditanam agar cepat rindang dikawasan itu?" kata Sumerta.
Salahi Bestek?
Sementara itu, Komisi III DPRD Provinsi Bali menilai pembangunan underpass" simpang Dewa Ruci, Kuta, menyalahi bestek terutama pada proses pembetonan.
"Kami nilai proyek dengan dana ratusan miliar rupiah tersebut melenceng dari bestek. Kalau sesuai bestek, tentu tidak akan bergelombang seperti sekarang," kata Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Made Suryanta Putra di Denpasar, Senin (10/6).
Pihaknya kembali meninjau lokasi proyek tersebut untuk mengecek gambar rancangan detail.
"Ini yang kami akan minta pertanggungjawaban kepada pimpinan proyek dalam hal ini PPK (pejabat pembuat komitmen)," kata politikus PDIP itu.
Suryanta Putra segera memanggil PPK proyek pembangunan jalan bawah tanah tersebut, untuk diminta pertanggungjawabannya.
"Kami akan panggil PPK proyek pembangunan `underpass` Hendro Satrio minta penjelasan terkait jalan bergelombang. Dan kami juga minta rincian dari proyek tersebut. Karena pembangunan itu bersumber dari APBN dan APBD, oleh sebab itu warga harus mengetahui berapa sebenarnya penghabisan anggaran dananya," kata Suryanta Putra.
Walau saat ini, jalan tersebut ditumpuk dengan aspal curah guna menutupi jalan bergelombang tersebut, dia tetap menilai proses pengerjaannya tak sesuai bestek.
"Alasan pembetonan jalan dalam bestek sudah jelas karena posisinya dibawah tanah dan pasti lembab. Jika digunakan aspal hotmix jelas tidak cocok karena tak tahan lembab," ucapnya.
Ritual Kearifan Lokal
Meski mendapat sorotan dan kritikan dari banyak pihak terkait kualitas "underpass" simpang Dewa Ruci yang dinilai kurang baik, namun pelaksana proyek jalan bawah tanah tampaknya tutup mata.
Bahkan, walau cukup lama menuai kritikan, namun pihak Pekerjaan Umum (PU) melalui Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan Denpasar, Selasa (11/6) tetap ngotot menggelar "ritual pamelaspasan" yaitu ritual pembersihan secara spiritual.
Kepala Satker Pelaksanaan Jalan Nasional Metropolitan Denpasar, Ir H Juni Wahjudiono menepis tersebut baru digelar setelah sebelumnya dioperasikan semata-mata akibat ada sorotan berbagai pihak.
"Sebenarnya ini sudah kami rencanakan dari sebelumnya. Kalau mengenai desakan, mungkin karena ketidaktauan beliau yang mendesak," katanya, di sela pelaksanaan upacara "ritual pamelaspasan underpass" di Kuta, Selasa.
Wahjudiono yang didampingi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Underpass Simpang Dewa Ruci, Hendro Satrio menjelaskan jika ada tiga tahapan penting yang diambil dari kearifan lokal sejak awal pengerjaan jalan tersebut.
"Sebelumnya, di awal kami sudah melakukan `matur piuning` atau doa permohonan. Ditengah kami sudah melakukan `pecaruan` (upacara penetralisir), dan sekarang ini sesuai dengan kearifan lokal melaksanakan pamelaspasan," ucapnya.
Terkait pendanaan pamelaspasan, Wahjudiono menyebutkan bahwa sepenuhnya ditanggung dari Satker Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Metropolitan Denpasar.
Dari pantauan di sekitar `underpass` masih saja ada pekerja yang melakukan kegiatan perbaikan jalan meski upacara pamelaspasan sudah digelar.
"Memang ada sedikit pembenahan. Tapi secara total, pekerjaan sudah selesai semua," kata Wahjudiono berkelit.
Mengenai tudingan sejumlah pihak tentang ornamen yang terpampang di dinding "underpass" yang dinilai murahan, Wahjudiono maupun Hendro Satrio dengan tegas membantahnya dan menyebut ornamen "underpass" tak murahan.
"Ornamen kita ini mengikuti yang ada di bandara. Materialnya sama seperti itu. Ini bukan murahan. Bahkan khusus untuk ornamen saja, memerlukan dana sekitar Rp500 juta," ucapnya.
Proyek "underpass" dibangun PT Adhi Karya Tbk dengan nilai kontrak sebesar Rp136,19 miliar. Lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan seluas 0,744 hektare.
Tujuan pembangunan jalan bawah tanah tersebut adalah untuk mengurai kemacetan di Bali bagian selatan dan harus rampung menjelang kegiatan KTT APEC 2013 yang diselenggarakan di Nusa Dua pada Oktober mendatang. (*/ADT)