Tabanan, Bali (ANTARA) -
Kesenjangan antara sumber daya manusia (SDM) yang harus terampil dan tuntutan dunia industri yang semakin berkembang menjadi salah satu faktor tingkat pengangguran masih tinggi di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2025, jumlah pengangguran di tanah air mencapai 7,46 juta dari total angkatan kerja atau penduduk usia kerja mencapai 154 juta orang.
Oleh karena itu, pelatihan dan pendidikan vokasi menjadi penting untuk menekan angka pengangguran, sekaligus mendorong wirausaha muda yang bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Menjawab tantangan itu, Pendiri Bali International Training and Development Centre (BITDeC), Prof Dr Anastasia Sulistyawati, memberdayakan talenta muda di Pulau Dewata melalui pendidikan dengan basis keterampilan tanpa meninggalkan kearifan lokal.
Bersama sang suami, mendiang Dr Frans Bambang Siswanto, ia menginisiasi Nyanyi Bali, entitas yang bergerak terutama di bidang pendidikan pada 1990 di kawasan pesisir Pantai Nyanyi, Desa Beraban, Kabupaten Tabanan, Bali yang menaungi BITDeC pada 2006.
Berdiri pada lahan seluas 15 hektare, BITDeC menjadi “dapur” yang mencetak talenta dengan keahlian khusus, di antaranya bidang kuliner, pariwisata dan perhotelan melalui pendidikan vokasi Bali Culinary Pastry School (BCPS) yang didirikan pada 2016 dan Politeknik Internasional Bali (PIB College) pada 2017.
Ada pun keahlian tersebut dibutuhkan mengingat Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia yang geliat ekonominya sebagian besar ditopang oleh sektor pariwisata.
Pendidikan vokasi
BCPS ketika awal memulai hanya memiliki enam orang siswa. Seiring berjalannya waktu dan kebutuhan industri, saat ini sudah memiliki alumni lebih dari 1.000 orang yang tersebar di 66 kota di tanah air, termasuk siswa asing dari 10 negara.
Pendidikan vokasi itu sekaligus menjadi Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang sudah terakreditasi dari pemerintah.
Saat ini terdapat 138 siswa aktif pada program vokasi dengan dua pilihan keahlian khusus yaitu program koki (chef) profesional untuk kuliner (makanan) dan pastry/bakery selama 18 bulan, termasuk studi luar negeri seperti Jepang, Korea Selatan dan Prancis.

Selain itu, program peningkatan karir dengan keahlian khusus berupa seni kuliner dan pastry/bakery selama 12 bulan.
Kedua program vokasi itu mencakup juga magang di perhotelan atau restoran selama enam bulan, baik di dalam dan luar negeri seperti di Prancis, Italia dan Hong Kong.
Pendiri BCPS, Made Ariani Siswanto, mengungkapkan untuk masuk program vokasi itu harus melalui serangkaian tes mencakup bahasa Inggris (karena kelas harian menggunakan bahasa Inggris), matematika dan tes akademik, serta wawancara.
Hal yang terpenting, siswa tersebut harus memiliki niat yang kuat untuk menekuni dunia kuliner karena 80 persen kurikulum berbasis praktik langsung untuk penguasaan teknik dan sikap/etika profesional.
Praktik langsung itu dilaksanakan di sejumlah laboratorium khusus dapur, bakery/pastry, demo kuliner, hingga lab cokelat dan kafe yang tersedia di dalam kampus, dengan dipandu para koki profesional selaku pengajar.
Selain dua vokasi bidang kuliner itu, pengembangan juga dilakukan untuk pendidikan artisan pastry dan cokelat, sesuai potensi pertanian kakao di Kabupaten Tabanan.
Berdasarkan data Dewan Kakao Indonesia, Provinsi Bali merupakan salah satu daerah penghasil kakao premium.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, total luas perkebunan kakao di Pulau Dewata pada 2024 mencapai 13.398 hektare dengan produksi biji kakao mencapai 4.868 ton atau rata-rata 461 kilogram per hektare per tahun.
Kabupaten Tabanan merupakan sentra perkebunan kakao terluas kedua di Bali dengan luas 4.529 hektare setelah Kabupaten Jembrana mencapai 6.340 hektare.
Program beasiswa
Komponen terpenting lain dalam mendukung pendidikan vokasi adalah tersedianya beasiswa menyasar talenta yang memiliki akses finansial terbatas atau dari keluarga tidak mampu secara ekonomi.
BCPS menggandeng organisasi non profit di Bali untuk membantu mereka melalui beasiswa untuk membangun karir di industri kuliner.
Salah satunya adalah Wayan Sudiarta, penerima beasiswa penuh gelombang XI asal Singaraja, Bali, yang mengenyam program chef profesional.
Ia meraih beasiswa dengan biaya penuh melalui salah satu yayasan anak di Kabupaten Buleleng, Bali, yang sudah membiayai pendidikan Wayan sejak kelas 2 sekolah dasar (SD).
Pemuda berusia 21 tahun itu awalnya memiliki rasa kurang percaya diri dan butuh waktu sekitar tiga bulan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah.
Namun dengan didikan dan cita-cita ingin berkembang di industri kuliner, Wayan kini sudah bisa tampil dan berbicara di depan publik.
Saat ini, ia magang di salah satu hotel mewah di Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.
Pengalaman berkesan Wayan adalah ketika meracik makanan dengan menu sate ayam dan nasi goreng yang dipesan oleh legenda sepak bola dunia, Zlatan Ibrahimovic, ketika menginap di hotel tempat ia magang di Karangasem pada Agustus 2025.
Selain BCPS, program beasiswa dan bantuan finansial bagi siswa kurang mampu juga diberikan melalui pendidikan lebih tinggi di PIB College.
Wakil Direktur PIB, Paulus Herry Arianto, menjelaskan beasiswa tersebut diberikan bervariasi mulai 25 persen hingga beasiswa penuh 100 persen.
Pihaknya membidik dua siswa terbaik dari masing-masing sembilan kabupaten/kota di Bali yang tak hanya berlatar belakang secara ekonomi kurang mampu, tapi juga memiliki prestasi baik akademik dan non akademik.
Ada empat konsentrasi yang dinilai relevan bagi industri yaitu seni kuliner, manajemen perhotelan, acara, dan bisnis digital untuk jenjang diploma tiga dan empat tahun.
Saat ini, pihaknya mendidik 472 mahasiswa melalui metode praktik langsung pada di laboratorium multimedia, kebersihan kamar, spa, hingga laboratorium makan dan minuman yang disediakan di dalam kampus.
Ia menambahkan sebanyak 25 persen dari jumlah mahasiswa itu mengikuti program magang di sejumlah perhotelan di beberapa kota di Amerika Serikat dan Hong Kong serta menjalin kemitraan dengan institusi pendidikan mancanegara.
Peluang kerja
Program vokasi yang sudah spesifik dengan kebutuhan pasar ditambah beberapa bulan magang diharapkan menjadi bekal talenta muda terserap di dunia kerja.
Yang terpenting pula mengarahkan mereka menjadi wirausaha baru misalnya pengembangan desa wisata di Bali dengan mengedepankan kearifan lokal Tri Hita Karana atau tiga keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam.
Apalagi institusi pendidikan itu juga menekankan modul pendidikan selain konsentrasi pariwisata dan perhotelan, misalnya terkait keuangan, digitalisasi hingga sumber daya manusia.
Sementara itu, Direktur Nyanyi Bali Nyoman Astari Siswanto menjelaskan pihaknya mengintegrasikan upaya berkelanjutan dalam peningkatan kualitas SDM pendidikan vokasi itu.
Salah satunya di destinasi wisata gastronomi baru Koro Bali yang berlokasi di tepi pantai Nyanyi, sebagai media bagi siswa BCPS dan PIB mengaplikasikan ilmu dan mengasah keterampilan mereka dalam bidang pelayanan tamu dan kuliner.
Selain itu, memberi kesempatan karir dan menjalin kemitraan dengan sejumlah sektor usaha untuk mengawal mereka terserap di dunia kerja.
Di sisi lain, optimisme perlu terus dibangun karena pariwisata menjadi salah satu sektor yang menarik banyak tenaga kerja.
Menurut data BPS, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menjadi bagian sektor pariwisata, masuk empat besar lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja sebesar 7,98 persen.
Pada Agustus 2025, lapangan usaha yang mengalami peningkatan jumlah penduduk bekerja terbanyak adalah di penyediaan akomodasi dan makan minum yang menduduki posisi kedua sebanyak 420 ribu orang.
Untuk itu, semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah hingga lembaga pendidikan, harus terus adaptif melahirkan inovasi dan terobosan untuk mendorong SDM yang berdaya saing.
Editor: Dadan Ramdani
