Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Forum Negara Pulau dan Kepulauan (AIS Forum) mewaspadai dampak pemanfaatan mangrove saat upaya bersama 51 negara partisipan menangani isu perubahan iklim.
“Berkembang diskusi tentang kesadaran terkait hutan dalam hal ini mangrove dari negara AIS,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar di sela penutupan KTT AIS Forum 2023 di BNDCC Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.
Pemanfaatan hutan bakau itu mengemuka di sela agenda pendukung KTT AIS Forum yang membahas terkait mangrove mengingat kondisinya saat ini di sejumlah negara di dunia mengalami kritis.
Kritisnya lahan mangrove itu salah satunya disebabkan karena pemanfaatan yang belum memperhatikan aspek keberlanjutan.
Padahal saat ini sejumlah negara termasuk AIS Forum berupaya mengatasi persoalan perubahan iklim yang menjadi tantangan global.
Baca juga: AIS Forum lahirkan riset inovatif teliti mangrove dan kondisi laut
“Mangrove kemudian menjadi pembahasan intensif karena berbicara hutan di wilayah kepulauan pastinya dari pesisir sampai daratan,” katanya.
Menteri LHK menambahkan Indonesia masih memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 120 juta hektare kemudian disusul Papua Nugini mencapai 36 juta hektare, Suriname mencapai sekitar 18 juta hektare dan Filipina mencapai hampir 8 juta hektare.
“Jadi banyak juga mereka memiliki hutan dan ini bisa menjadi diskusi awal yang akan kami bawa di COP 28,” imbuhnya.
Ada pun Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP28) dijadwalkan berlangsung pada Desember 2023 di Dubai.
Sementara itu, di bawah AIS Forum Forum melahirkan riset inovatif yang dapat mengawasi perkembangan mangrove dan kondisi bawah laut untuk mendukung tata kelola laut mengantisipasi perubahan iklim yakni aplikasi digital untuk sistem pemantauan mangrove.
Baca juga: Pemda Bali sasar 2.000 Ha lahan di Buleleng ditanami mangrove
Selain sistem pemantauan mangrove (MonMang), juga ada inovasi konversi karbon rumput laut (SCC).
Terkait mangrove itu, Menteri LHK menambahkan Pusat Mangrove Dunia sudah didirikan Indonesia untuk berbagi pengalaman Indonesia dalam rehabilitasi dan konservasi bakau.
Kemudian, membangun jaringan riset dan informasi serta kolaborasi di antaranya pemangku kebijakan global untuk menyelamatkan mangrove.