Badung (ANTARA) - Dua talenta muda Indonesia bernama Anis Rohmasari dan Anggit Wignya Adi Prasati berhasil mendapat golden ticket dan dikirim untuk mengikuti Grand Final Hackathon di Boston, Amerika Serikat, berkat inovasi di bidang kesehatan dalam Kompetisi Bio Farma x MIT Hacking Medicine.
Wakil Direktur Utama Bio Farma Soleh Ayubi di Kabupaten Badung, Bali, Minggu, menyebut 1.061 orang dari 11 negara mulanya mendaftar, namun disaring menjadi 200 peserta untuk berkompetisi dimentori ahli dari Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Pesera dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang bertugas merancang inovasi kesehatan, mereka kemudian mempresentasikannya ke hadapan pakar kesehatan dunia dan diperoleh pemenang kelompok hingga peraih tiket otomatis bertanding di MIT, Amerika Serikat.
Salah satunya Anis Rohmasari, mahasiswi Kedokteran Universitas Padjajaran yang bersama timnya menciptakan aplikasi berisi rekomendasi makanan sehat bagi penderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi.
“Kita mencoba menolong orang yang mengikuti kemoterapi, karena selama mengikuti kemoterapi biasanya akan diikuti dengan efek samping yang tidak enak seperti muntah-muntah, dan kita suka bingung harus makan apa sih orang itu karena takut interaksi dengan obat,” tuturnya.
Akhirnya, gadis Yogyakarta berusia 22 tahun itu mengumpulkan penelitian soal nutrisi dan formulasi yang tepat mengenai makanan yang aman dikonsumsi agar sel kanker tidak mudah tumbuh dan justru menambah sistem imunitas pasien.
“Salah satu contohnya obat hepatotoksik jadi seperti merusak hati, itu kita bisa menambahkan zat seperti kurkumin biasanya juga diberikan oleh dokter bentuknya suplemen,” ujarnya memberi contoh.
Ide inovasi kesehatan ini dilatarbelakangi oleh pengalaman pribadi Anis yang sempat merawat ibunya yang terserang kanker, saat itu ia kebingungan apakah obat herbal aman untuk dikonsumsi selama masa kemoterapi.
Selanjutnya penelitian ini akan lebih didalami, dan nantinya ketika melanjutkan kompetisi di Massachusetts Institute of Technology (MIT) ia akan meneruskan misinya pada inovasi yang berkaitan dengan kanker.
Sementara itu peraih golden ticket dari kompetisi internasional gelaran Bio Farma lainnya adalah Anggit Widnya Prasati, mahasiswi Farmasi Universitas Gadjah Mada berusia 19 tahun yang menciptakan aplikasi berisi data tren kesehatan.
Gadis asal Semarang ini bersama timnya lebih banyak fokus kepada upaya pemenuhan kebutuhan industri kesehatan khususnya farmasi.
“Kita memberikan data yang berguna untuk perusahaan farmasi, kita fokus buat aplikasi kumpulkan data apa yang tren di masyarakat dan itu untuk rekomendasi ke perusahaan yang membutuhkan,” ujarnya.
Melihat talenta-talenta ini, Deputi Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN Tedi Bharata mengaku bangga, bahkan ajang ini disebut-sebut sebagai upaya terselubung kementeriannya dalam melihat talenta anak muda.
“Kita mengapresiasi prestasi dari talenta kita, dua orang tadi akan dikirim ke Boston untuk grand final di MIT, kita lihat yang datang ke sana tidak main-main, ini dua orang dipilih dari seribu orang kemudian jadi 200 peserta jadi tidak main-main, kita ingin lihat seperti apa mereka berkompetisi di sana,” kata dia.
Lebih jauh, Menteri BUMN Erick Thohir juga saat ini terus mendorong peningkatan digitalisasi di segala lini, dan kompetisi yang diikuti 11 negara dengan 200 peserta ini menjadi salah satu implementasinya.
Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya berharap dengan ajang yang diselenggarakannya mampu membawa perubahan di industri kesehatan Indonesia.
BUMN bidang kesehatan ini mengaku berupaya memfasilitasi generasi muda bertalenta untuk dapat melihat masalah nyata secara langsung dan memberikan berbagai solusi yang inovatif.
“Kegiatan ini didukung oleh tenaga pengajar dari MIT yang menjadi mentor bagi para peserta selama kegiatan ini berlangsung. Semoga ke depannya kita bisa bekerja sama dengan lembaga berskala global lain yang dapat membantu kita menyelesaikan permasalahan di masa mendatang,” kata Shadiq.