Badung, Bali (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster mengarahkan pengembangan ekonomi berbasis kelautan karena potensi yang besar dan bisa digarap lebih optimal agar tidak bergantung dominan di sektor pariwisata.
“Sudah saatnya kita beralih dari pertanian konvensional ke kelautan karena lahan pertanian akan terus berkurang, tereksploitasi,” kata Koster di sela Konferensi Tuna Indonesia dan Forum Bisnis Tuna Internasional di Legian, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.
Menurut dia, Bali memerlukan pembangunan sarana dan prasarana, permukiman, perhotelan, restoran hingga fasilitas publik yang berpotensi mengurangi luas lahan di darat.
Sedangkan di dalam laut, lanjut dia, Bali memiliki potensi besar yang perlu digali untuk mendorong perekonomian daerah.
“Bagusnya ekonomi kelautan itu tidak perlu menyangkul, tinggal ambil. Di darat, menyangkul, pupuk, tanam kemudian belum tentu panen karena tergantung iklim,” ucapnya.
Baca juga: Kementerian Kelautan dan Perikanan kembangkan budi daya bibit ikan tuna
Meski sumber daya kelautan yang masih besar, namun gubernur asal Buleleng, Bali Utara itu menekankan potensi kelautan harus dijaga dan dimuliakan melalui pengelolaan yang arif sesuai kearifan Bali yakni “Segara Kerthi”.
Ada pun makna dari kearifan lokal itu yakni menjaga kesucian dan keharmonisan laut sebagai sumber penghidupan manusia.
Secara geografis, lanjut dia, posisi Bali yang dikelilingi perairan dan Samudera Hindia mengandung kekayaan sektor perikanan tangkap khususnya tuna, tongkol dan cakalang.
Ada pun produksi tuna, tongkol dan cakalang di Bali pada 2021 mendekati 52 ribu ton dengan didukung armada sebanyak 762 unit kapal ikan yang bermarkas di Pelabuhan Benoa, Bali.
Baca juga: Indonesia negosiasi tambah kuota penangkapan ikan tuna sirip biru
Sedangkan sektor hilir perikanan didukung 75 unit pengolahan ikan skala menengah dan besar serta berorientasi ekspor.
Koster merinci volume ekspor produk perikanan pada 2021 dan 2022 hampir sama yakni 26-27 ribu ton dengan nilai 137 juta dolar AS.
Selain kelautan, Gubernur Bali juga tetap mengandalkan sektor pertanian sebagai bagian transformasi ekonomi di Pulau Dewata.
“Kami terapkan pertanian organik, sekarang hampir 70 persen itu organik dan 2023 semua pertanian di Bali itu organik supaya alam Bali itu bersih dan berkualitas,” ucapnya.
Selama beberapa dekade sektor pariwisata memegang kunci perekonomian Bali yang menyumbang 54 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bali.
Ia menjelaskan besarnya kontribusi pariwisata itu juga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Bali yang terpuruk hingga minus 9,31 persen ketika dihantam pandemi COVID-19 dan saat ini perlahan menunjukkan tanda perbaikan.