Denpasar (ANTARA) - Pandemi COVID-19 telah memberikan pembelajaran bagi Bali bahwa UMKM merupakan satu sektor kekuatan ekonomi yang sangat tangguh dibandingkan dengan sektor lainnya. Tatkala sektor pariwisata mengalami penurunan, UMKM tetap bergeliat dan eksis.
Bali yang selama ini mengandalkan sektor pariwisata, ternyata sangat rentan guncangan, terlebih karena pandemi COVID-19.
Akibat terlalu bergantung pada pariwisata, pertumbuhan ekonomi Bali, bahkan sempat menyentuh minus 12,26 persen pada kuartal III tahun 2020, akibat berbagai pembatasan aktivitas dan pergerakan masyarakat di tengah kondisi pandemi COVID-19.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan terkait, ekonomi Bali kini telah berangsur pulih.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi Bali pada kuartal III Tahun 2022 sudah positif di angka 8,09 persen.
Meski Bali dihadapkan pada terjangan pandemi COVID-19, UMKM di Pulau Dewata itu justru bertumbuh, seperti yang disampaikan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali I Wayan Eka Dina.
Perkembangan UMKM di Bali dari tahun 2021 ke 2022 tumbuh sebesar 6,4 persen, yakni dari 412.265 UMKM menjadi 440.609 UMKM.
Mayoritas UMKM di Provinsi Bali bergerak di sektor perdagangan atau sebanyak 254.655 unit (58 persen), industri pertanian 87.966 (20 persen), industri non-pertanian 61.048 (14 persen) dan aneka jasa sebanyak 3.694 UMKM (8 persen).
UMKM tumbuh secara kuantitas, bukan berarti lantas tak ada masalah. Secara umum, permasalahan UMKM di Provinsi Bali, yakni dari sisi permodalan, perizinan, sumber daya manusia, teknologi, pemasaran/promosi, dan produksi.
Dari sisi permodalan, di antaranya kurangnya informasi UMKM dalam mengakses permodalan untuk pengembangan bisnis. Kemudian dari sisi perizinan, banyak pelaku usaha mikro yang belum memiliki legalitas usaha.
Selanjutnya masih perlu peningkatan wawasan bagi pelaku UKM dalam mengelola usaha yang baik. Sedangkan dari sisi teknologi, berupa kurangnya pemanfaatan teknologi dalam menjalankan usaha.
Ruang lingkup pemasaran UMKM yang masih kecil dan promosi yang kurang maksimal. Sementara dari sisi produksi, tidak jarang proses pengemasan produk UMKM masih kurang menarik dan akses memperoleh bahan baku.
Terkait dengan sejumlah kendala, perwakilan para pelaku UMKM saat bertatap muka dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang mengadakan kunjungan kerja ke Bali belum lama ini juga mengakui hal itu.
Vera, pelaku usaha yang bergerak di usaha kuliner roti, dan Yustini dengan produknya cookies kelor, berharap jika ada informasi bantuan kredit, seperti kredit usaha rakyat (KUR) agar lebih disosialisasikan.
Vera yang sebelumnya memproduksi pie susu yang dijual di pasar oleh-oleh, kemudian beralih memproduksi jajanan untuk keperluan upacara agama yang dijual di pasar-pasar tradisional.
"Ini upaya saya agar usaha tetap bertahan saat pandemi dan para pekerja tetap bisa menghidupi keluarganya. Kami bersyukur, jajanan yang kami produksi disambut positif oleh pasar," ucapnya, dalam perbincangan dengan ANTARA.
Kini ia mengaku memerlukan pendampingan agar bisa membuat laporan keuangan yang tepat, di samping juga bantuan pelatihan, sehingga produk-produk yang dihasilkan bisa inovatif.
Djani Ananta, pelaku usaha kosmetik, yang produknya sempat diekspor ke sejumlah negara juga mengharapkan adanya pembinaan secara berkelanjutan. Harapan yang sama juga disampaikan Gung Mas, yang bergerak di bidang usaha kerajinan.
Dwi, yang merintis usaha kopi di daerah Plaga, Kabupaten Badung, sangat berharap bisa dibantu untuk pengembangan pasar karena selama ini produk kopi dari Plaga kalah pamor dengan kopi Kintamani.
Penguatan UMKM
Terkait dengan sejumlah kendala yang dialami UMKM, Pemerintah Provinsi Bali, melalui visi Nangun Sat Kerthi Loka Balinya, menyadari pentingnya untuk dilakukan sejumlah upaya penguatan UMKM.
Upaya yang dilakukan, di antaranya dengan pengelolaan terpadu melalui klaster dan terkait rantai pasok didorong dalam wadah koperasi.
Kemudian pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah dengan alokasi 40 persen kepada UMK sebagaimana yang juga berlaku di tingkat pusat.
Melanjutkan program yang pada tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan, yakni menfasilitasi pelatihan dan pendampingan. Demikian pula alokasi dana khusus (DAK) untuk pemberdayaan dan pengembangan UMKM dan koperasi.
Selanjutnya memfasilitasi inkubasi bagi UMKM berupa pembentukan inkubator ekonomi, selain juga dilakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala.
Melanjutkan program yang telah dua tahu sukses membantu pemasaran UMKM selama pandemi COVID-19, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Bali pada 2023 ini juga akan kembali menggelar "Pameran IKM Bali Bangkit".
Bagi Dekranasda Provinsi Bali, dengan penyelenggaraan Pameran IKM Bali Bangkit telah terbukti mampu menggerakkan perekonomian dan membantu para perajin untuk tetap semangat berkarya.
Secara rata-rata transaksi yang diterima para perajin yang produk-produknya telah dikurasi dengan ketat itu per bulan mencapai lebih dari Rp1,8 miliar.
Pameran IKM Bali Bangkit yang dipusatkan di Taman Budaya Provinsi Bali menampilkan berbagai koleksi kain tenun endek dan tenun songket Bali, busana berbahan endek dan songket, serta baju kebaya.
Ada juga koleksi kain ikat batik dengan menggunakan pewarna alam, beragam bentuk perhiasan emas dan perak, koleksi kerajinan anyaman berbahan bambu, rotan, batok kelapa, lukisan wayang Kamasan, dan berbagai produk furnitur atau mebel yang artistik.
Oleh karena itu, Deskranasda tak henti-hentinya memantik semangat para pelaku IKM untuk terus berkarya dan menjadikan pandemi bukan penghalang untuk terus berkreasi.
Berpameran juga merupakan salah satu cara yang dilakukan Dekranasda Bali untuk mengontrol kualitas produk dari pelaku UKM.
Tak hanya upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali pun tak tinggal diam.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali GA Diah Utari menyampaikan pengembangan UMKM-UMKM yang menjadi binaannya diselaraskan dengan tugas BI, sehingga difokuskan untuk mendukung upaya pengendalian inflasi
Kemudian BI juga mendorong UMKM potensi ekspor dan pendukung pariwisata untuk mendukung upaya penurunan defisit transaksi berjalan serta meningkatkan pemberdayaan potensi ekonomi lokal.
KPwBI Bali telah membina UMKM yang bergerak di bidang ketahanan pangan (padi, cabai, bawang merah, bawang putih, sapi, ayam dan telur), UMKM berorientasi ekspor (busana, makanan dan minuman, kopi, kakao, kriya, tanaman hias dan digital kreatif).
Kemudian UMKM komoditas unggulan lokal, seperti ikan lele, kacang mete, gula semut dan jajan upakara.
Selain memiliki UMKM Binaan, KPwBI Provinsi Bali setiap tahun juga menggelar ajang Bali Jagadhita Culture Week (BJCW) sebagai upaya untuk mendorong UMKM agar terus berjalan dan semakin menggeliat serta naik kelas.
BJCW juga digunakan sebagai ajang untuk memotivasi UMKM di Bali agar dapat memanfaatkan potensi ekspor, transformasi digital, serta strategi bagaimana produk UMKM lokal dapat menembus pasar dalam dan luar negeri.
Untuk perluasan akses pasar UMKM, juga diisi dengan promosi perdagangan dalam bentuk pameran.
Tak hanya itu, untuk mendorong perluasan akses pembiayaan bagi UMKM melalui bussines matching pembiayaan, bekerja sama dengan perbankan untuk UMKM yang hadir.
BI terus mendorong transformasi digital UMKM untuk meningkatkan akses pemasaran secara digital, melalui program onboarding UMKM, termasuk adaptasi penggunaan kanal pembayaran dengan Q-RIS.
Dengan kanal pembayaran non tunai, transaksi keuangan UMKM lebih transparan dan efisien.
Selain itu dengan pencatatan keuangan baik, pelaku UMKM akan lebih mudah terhubung dengan akses pembiayaan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas UMKM,
Jamkrida jadi solusi
UMKM yang kesulitan permodalan, terlebih bagi yang tidak memiliki jaminan atau agunan juga dapat memanfaatkan layanan dari PT Jamkrida Bali Mandara, perseroan di bawah Pemprov Bali
Produk penjaminan yang diberikan PT Jamkrida, di antaranya kredit multiguna, kredit mikro kecil, konstruksi pengadaan barang dan jasa, KUR dan sebagainya.
Selain menggandeng 53 cabang Bank BPD Bali, Jamkrida juga menggandeng 119 BPR, 238 koperasi, 292 LPD, 41 bumdes, juga dengan lembaga pengelola dana bergulir, perusda, modal ventura, perusahaan asuransi dan sejumlah agen penjaminan.
Direktur Utama PT Jamkrida Bali Mandara I Ketut Widiana Karya menyampaikan saham Jamkrida dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Bali dan sembilan pemerintah kabupaten/kota di Bali. Total modal yang telah disetor pemprov dan pemkab/pemkot se-Bali hingga 2022 sebesar Rp148,72 miliar.
Bali telah memiliki Jamkrida dan latar belakang pembentukannya sebagai solusi bagi UMKM kita.
Jamkrida yang telah terbentuk sejak 2011 silam, tujuannya memang untuk membantu masyarakat, khususnya UMKM yang kesulitan permodalan, namun tidak bankable.
Pembiayaan yang terpenting bagi UMKM memang harus dari perbankan dan tidak bisa hanya terlalu menggantungkan selamanya pada bantuan-bantuan yang bersifat insidental dari pemerintah.
Jamkrida sebagai salah satu badan usaha milik daerah, tak hanya membantu memberikan penjaminan, sekaligus juga akan membantu UMKM dari sisi manajemennya.
Dengan segala langkah dan program yang disiapkan dan telah berjalan, Bali optimistis bisa terus menggerakkan UMKM-nya, tak saja untuk pulih lebih cepat dari dampak pandemi COVID-19, termasuk juga menghadapi tantangan resesi di 2023.
Namun, harapan akan tinggal harapan dan menjadi tidak optimal jika berjalan sendiri-sendiri. Sinergi dan kolaborasi berbagai pihak itu prasyarat dan jadi kunci untuk UMKM Bali yang tangguh.
Kolaborasi dan sinergi kunci UMKM Bali kuat hadapi resesi
Oleh Ni Luh Rhismawati Sabtu, 4 Februari 2023 15:06 WIB