Badung (ANTARA) - Dana Moneter Internasional (IMF) pada sesi diskusi rangkaian acara G20 di Badung, Bali, Selasa, tidak menyarankan bank-bank komersial bergantung pada mata uang digital bank sentral (CBDC) meskipun ada manfaat yang ditawarkan terutama untuk pengembangan layanan pembayaran.
Division Chief in the Monetary and Capital Markets Department IMF Tommaso Mancini Griffoli menjelaskan CBDC punya keterbatasan apabila dibandingkan dengan mata uang konvensional.
Walaupun demikian, ia lanjut menyampaikan CBDC dapat memberi keuntungan, misalnya kemudahan layanan pembayaran, mengingat saat ini banyak konsumen memanfaatkan pembayaran berbasis digital.
Namun, pertimbangan untuk menggunakan CBDC harus diukur dari faktor stabilitasnya, kata pejabat IMF itu pada sesi diskusi, yang merupakan acara sampingan (side event) pertemuan ke-3 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 (FMCBG) dan Deputi Bidang Keuangan dan Bank Sentral G20 (FCBD).
Baca juga: IMF nilai Indonesia sukses jaga stabilitas ekonomi di tengah krisis
“Kita harus membandingkan deposito di bank komersial dan CBDC terutama dari segi stabilitasnya sebagai alat penyimpanan, dan dari segi kemudahannya sebagai alat pembayaran. Sejauh ini, belum jelas apakah CBDC lebih unggul (daripada deposito bank komersial),” kata Griffoli saat menjawab pertanyaan salah satu peserta diskusi.
Ia menambahkan apabila CBDC, misalnya, tidak menawarkan suku bunga (interest rate) sementara deposito bank komersial memberikan jaminan yang lebih baik, maka alat yang kedua lebih aman. Jika situasinya demikian, maka bank-bank masih akan mempertahankan deposito.
Ia pun menegaskan CBDC hanya perlu dilihat sebagai pelengkap, bukan alat yang utama.
“Jika melihat dari berbagai modelnya, CBDC bukan sekadar instrumen alat tukar digital, tetapi dia punya potensi menjadi sebuah jaringan, platform, dan CBDC dapat menjadi dasar bagi sektor swasta untuk mengembangkan layanan pembayaran,” kata dia.
Dengan demikian, CBDC menurut pejabat IMF itu perlu diposisikan sebagai pelengkap bukan alat pembayaran utama.
“Buat saya, kita kemungkinan tidak akan hanya mengandalkan CBDC. Saya tidak berpikir ke sama, dan saya tidak menyarankan demikian, karena ada banyak solusi yang tersedia untuk berbagai persoalan yang ada,” kata Griffoli pada kalimat penutupnya.
Baca juga: IMF turunkan proyeksi ekonomi Indonesia jadi 5,6 persen pada 2022