Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Sosok wanita berusia lanjut itu bermukim di Banjar Besang, Desa Ababi, Kabupaten Karangasem, daerah ujung timur Pulau Bali, mampu menghasilkan karya-karya seni lukis yang cukup memukau pencintanya.
Ni Nyoman Tanjung (92) menetap di sebuah gubuk bambu sederhana di sebuah perkampungan yang jauh dari keramaian kota.
Di tanah pekarangannya yang tidak seberapa luas itu terlihat berbagai wujud bebatuan dalam aneka ukuran dan bentuk penuh sapuan warna-warni, berikut goresan-goresan spontan yang sepintas seolah ditorehkan begitu saja.
Batu-batu disusunnya dengan komposisi yang terasa acak lagi tak beraturan, akan tetapi hadir layaknya sebagai seni instalasi yang menakjubkan.
Budayawan dan kritikus seni rupa asal Prancis Dr Jean Couteau yang sejak puluhan tahun menetap di Bali, menemukan dan dengan segera menyadari bahwa, sosok perempuan Bali Ni Nyoman Tanjung, sehari-hari hidup dengan dunianya tersendiri.
Secara sadar dan tak sadar, telah menciptakan sebuah karya seni rupa yang luar biasa yang mampu memukau pencintanya. sosok Ni Nyoman Tanjung yang tidak pernah menikmati pendidikan formal itu diperkirakan lahir sekitar tahun 1920-an.
Ia mendapat pengalaman traumatis semasa pendudukan Jepang di Bali (1942-1945), yakni dipaksa meninggalkan kampung halaman untuk kerja paksa.
Ni Nyoman Tanjung pernah menikah dan memiliki dua orang anak, dan seorang di antaranya meninggal tahun 1965 saat masih sekolah dasar.
Aneka peristiwa memilukan itu ditengarai sebagai penyebab perilakunya yang dipandang berbeda dibandingkan lingkungan sekitar.
Menurut Jean Couteau, budayawan yang cukup kreatif yang telah menghasilkan (menulis) belasan buku tentang seni budaya Bali itu, karya-karya sosok Ni Nyoman Tanjung merupakan ekspresi penolakannya atas peristiwa yang traumatis yang pernah dialami tersebut, dan terefleksikan dalam wujud-wujud seni yang otentik.
Karya-karya seninya itu mengandung ikonik rupa Bali, sekaligus terkesan mempribadi karya kontemporer.
15 tahun silam
Ni Nyoman Tanjung, karya-karyanya mulai mendapat perhatian publik sejak 15 tahun silam, dengan mengumpulkan bebatuan dari sungai terdekat, membuatnya menjadi gundukan-gundukan kecil, melukis ragam wajah di permukaannya.
Dunia imajinernya seolah-olah menandai gundukan tersebut sebagai kuil para dewa, di mana ia berdoa dengan bunga semerbak wangi dan asap dupa maupun menari dan bernyanyi seorang diri. Dianggap sebagai "bebainan" atau kerasukan, kelakuannya dibiarkan saja oleh orang-orang sekitar.
Fenomena Ni Nyoman Tanjung serta karyanya dapat digolongkan sebagai "art brut" yakni sebuah istilah yang diciptakan pertama kali oleh Jean Dubuffet, seniman terkenal dari abad ke-20.
Mengacu pada karya-karya seni dari dunia "luar", melampaui alam bawah sadar, di mana "insting, nafsu, marginalitas, dan kekuatan purba dan delirium" berpotensi dalam kreativitas seni, dan dianggap setara dengan "art nhgre atau African Art"
Jean Dubuffet mengumpulkan karya-karya kreasi dari para pasien rumah sakit jiwa, dan sosok-sosok kreatif nan unik, di mana kehidupan kesehariannya di ambang tak normal secara sosial maupun psikologis.
Koleksi-koleksi "art brut" Jean Dubuffet yang tersimpan di Museum Collection de l¿Art Brut de Lausanne, Swis itu memiliki keliaran imaji dan keanehan kreatif, yang kemudian memberikan perspektif lain atas apa yang dikategorikan sebagai Seni.
Menurut kritikus seni rupa, Kun Adnyana, yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, sosok Ni Nyoman Tanjung adalah sosok "outsider" dalam peta seni rupa Bali.
Sosok dan karyanya genial serta menerobos segala kepatutan seni konvensional. Ia mencipta dalam kondisi psikologis sadar dan trans-sadar, di mana karakter totemik seni Bali terefleksikan secara sugestif dan imajinatif.
Sebagian karya-karyanya telah dikoleksi di Museum Collection de l'Art Brut de Lausanne sebagai bentuk penghargaan atas hasil kreasi Ni Nyoman Tanjung yang dipandang sangat luar biasa.
Pimpinan Bentara Budaya Bali, Warih Wisatsana menjelaskan, sosok wanita Bali, Ni Nyoman Tanjung dinilai memiliki prestasi yang luar biasa dalam serta mempunyai dedikasi dan pengabdian dalam bidang seni.
Berkat prestasinya itu Ni Nyoman Tanjung mendapat penghargaan Bentara Budaya Award (BBA) bersama seorang perajin keramik Bali, Anak Agung Ngurah Oka (77) dari Desa Kapal, Kabupaten Badung.
Bentara Budaya, lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia yang telah berusia 30 tahun, baru pertama kali memberikan BBA kepada sepuluh seniman di Indonesia yang dinilai mempunyai karya dan prestasi luar biasa.
Dari sepuluh orang yang mendapat BBA itu, Bali cukup beruntung karena mampu meloloskan dua seniman masing-masing Ni Nyoman Tanjung dan Anak Agung Ngurah Oka untuk meraih penghargaan yang bergengsi itu.
Sementara delapan orang lainnya berasal dari sejumlah daerah di Indonesia. Bentara Budaya yang hadir sejak 30 tahun silam pertama kali dibangun di Yogyakarta, menyusul Jakarta, Solo dan sejak tiga tahun lalu hadir di Bali.
Meskipun Bentara Budaya Bali baru berusia tiga tahun, namun sudah mampu meloloskan dua seniman untuk mendapatkan BBA. di Berbagai daerah di Indonesia, termasuk Bali masih banyak sosok-sosok seperti I Nyoman Tanjung yang mempunyai prestasi luar biasa, namun lepas dari perhatian publik.
Hal itu menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab bentara budaya untuk memperkenalkan sosok-sosok yang berprestasi itu kepada masyarakat luas, ujar Warih Wisatsana.(LHS/T007)