Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), melalui Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH), berkomitmen membantu masyarakat dalam mengatasi berbagai laporan dari masyarakat berkonflik, seperti konflik agraria yang dialami petani sawit di Kalimantan Selatan.
"PBNU berkomitmen untuk menerima berbagai pengaduan dari masyarakat, dan hari ini kami terima aduan perwakilan masyarakat atau petani sawit dari Kabupaten Tanah Bumbu, Kota Baru, dan Desa Teluk Kepayang, Provinsi Kalimantan Selatan," kata Ketua PBNU Choirul Sholeh Rasyid saat memberikan keterangan di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa.
Setelah laporan diterima, lanjut Choirul, PBNU
meminta masyarakat bersangkutan melengkapi berbagai data yang memuat jelas duduk perkara beserta bukti-bukti terkait, sehingga tindak lanjut terhadap persoalan tersebut dapat segera dilakukan.
Baca juga: PBNU serukan genjatan senjata Rusia-Ukraina
Terkait audiensi terhadap laporan konflik agraria itu, Sekretaris LPBH PBNU Abdul Hakam Aqsho mengatakan pihaknya menerima pengaduan dari perwakilan petani sawit di Desa Teluk Kepayang, Kabupaten Tanah Bumbu, dan Kabupaten Kota Baru mengenai penyerobotan lahan yang dilakukan PT Jhonlin Argo Lestari (JAL).
Menurut Hakam, para petani sawit itu sengaja mengadu ke PBNU karena upaya pengaduan yang telah mereka lakukan melalui melalui jalur formal, seperti lapor ke polisi, tidak membuahkan hasil.
Kepada PBNU, kata Hakam, perwakilan petani sawit yang didampingi Ketua LSM Laskar Elang Borneo Ahmad Fauzi menjelaskan kasus tersebut terjadi di 2020, yakni ada 67 petani sawit memiliki 700 hektare lahan.
"Jadi, dulu mereka mendapatkan lahan trans itu 700 hektare. Itu pemberian dari Pemerintah melalui PT Argo Argo Citra Lestari (ACL). Kemudian, diambil alih oleh PT Jhonlin Argo Lestari (JAL) di tahun 2020 dan dikembalikan kepada masyarakat sekitar 300 hektare," jelasnya.
Baca juga: PCINU Jepang adakan halalbihalal perkuat kerja sama dan semangat
Namun, seiring waktu, lanjutnya, menurut para petani sawit setempat PT JAL meminta kembali lahan tersebut saat pohon sawit sudah berusia lima tahun lebih dengan uang ganti pohon sawit senilai Rp35.000 per pohon, ditambah Rp5.000 per satu tahun.
Namun, para petani sawit setempat merasa ganti rugi yang diberikan itu tidak sesuai dengan harga pasar. "Seharusnya, kalau pasaran di sana itu harganya Rp1 juta lebih," kata Ahmad Fauzi.
Mardani Maming
Terkait kasus Bendahara Umum PBNU Mardani Maming, Sekretaris LPBHNU Abdul Hakam Aqsho mengatakan pihaknya memberikan pendampingan hukum kepada Bendahara Umum PBNU Mardani H. Maming.
"Untuk ini, kami melakukan pendampingan hukum dari LPBHNU, termasuk dari praperadilan kemarin karena beliau kader dan memang pengurus," kata Hakam.
Pada Rabu (22/6), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Mardani H. Maming sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Lalu pada Senin (27/5), Mardani mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas penetapan-nya sebagai tersangka.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: PBNU berkomitmen atasi laporan masyarakat berkonflik
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LPBHNU beri pendampingan hukum untuk Mardani H. Maming