Jakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Fiskal Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Gunawan Pribadi menegaskan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Orang Pribadi tidak lantas menjadikan NIK sebagai syarat wajib membayar pajak.
“Wajib Pajak (WP) itu pihak yang sudah memenuhi ketentuan subjektif dan objekif. Ketentuan subjektif itu ia sudah punya NIK, sementara objektif itu harus punya penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), kalau tidak punya penghasilan atau penghasilan di bawah PTKP ya tidak kena pajak,” kata Gunawan dalam Dialog Publik daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, masyarakat perlu terus diedukasi untuk dapat memahami hal ini. Integrasi NIK dan NPWP pun diperlukan karena di negara lain seperti Amerika Serikat telah memberlakukannya.
“Orang Pribadi tidak harus memiliki NPWP sendiri tapi bisa pakai social security number. Baru kalau badan usaha harus memiliki NPWP,” ucapnya.
Integrasi NIK dengan NPWP diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut Gunawan, integrasi ini sebetulnya tidak diusulkan oleh pemerintah, tetapi muncul saat pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kemudian disambut baik oleh pemerintah.
Selain itu ia menerangkan dengan UU HPP pemerintah akan mengedepankan prinsip pemulihan kerugian pendapatan negara atau ultimum remedium daripada mengenakan sanksi kepada Wajib Pajak yang tidak membayar pajak.
“Jadi intinya mengedepankan pemulihan kerugian pendapatan negara. Bisa saja sanksi pidana dihindari dengan pemulihan kerugian negara,” katanya.
Gunawan juga menegaskan bahwa UU HPP dibuat sebagai bagian dari reformasi perpajakan untuk memperkuat fungsi Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) baik melalui alokasi belanja, distribusi pendapatan masyarakat, dan stabilisasi perekonomian.