Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo dan 10 orang pimpinan MPR mendiskusikan soal amendemen Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 di Istana Merdeka.
"Yang paling penting perlu kajian-kajian mendalam, perlu menampung usulan-usulan dari semua tokoh, akademisi, masyarakat, yang penting usulan-usulan harus ditampung, masukan ditampung sehingga bisa dirumuskan," kata Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai pembicaraan amandemen UUD 1945 di Istana Merdeka Jakarta, Rabu.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan 10 orang pimpinan MPR di Istana Merdeka terkait persiapan pelantikan presiden-wakil presiden terpilih 2019-2024 pada 20 Oktober 2019.
Kesepuluh pimpinan MPR tersebut adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar) serta para Wakil Ketua MPR yaitu Ahmad Basarah (Fraksi PDI Perjuangan), Ahmad Muzani (Fraksi Partai Gerindra), Lestari Moerdijat (Fraksi Partai NasDem), Jazilul Fawaid (Fraksi PKB), Syarif Hasan (Fraksi Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (Fraksi PKS), Zulkifli Hasan (Fraksi PAN), Arsul Sani (Fraksi PPP), Fadel Muhammad (DPD). Sedangkan Presiden Jokowi didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
"Berikan kesempatan kepada MPR untuk bekerja melakukan kajian, menampung usulan-usulan yang ada," tambah Presiden.
Baca juga: MPR: amendemen terbatas UUD tak ubah sistem pilpres
Menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, MPR menjamin agar wacana pelaksanaan amendemen UUD 1945 tidak menjadi bola liar.
"Kami pimpinan MPR menjamin, berbagai usulan amandemen tidak menjadi bola liar, segala sesuatunya kami konsultasikan dengan Bapak Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara, dan menjadi salah satu 'stakeholder' bangsa kita," tambah Bambang.
Menurut Bambang, MPR tidak akan buru-buru melakukan amandemen UUD 1945.
"MPR tidak dalam posisi yang tidak buru-buru, kami akan cermat betul menampung aspirasi sebagaimana disampaikan bapak presiden, di tengah-tengah masyarakat," ungkap Bambang.
Bambang menegaskan bahwa amandemen UUD 1945 itu tidak terkait dengan mekanisme pemilihan presiden secara langsung.
"Saya tegaskan tidak ada (presiden dipilih MPR), ini tidak terkait dengan perubahan terkait perubahan rinci perubahan politik. Presiden tetap dipilih rakyat, presiden bukan lagi mandataris negara, presiden tidak bertanggung jawab pada MPR itu tetap," tegas Bambang.
Wacana yang berkembang adalah diterbitkannya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).