Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan pihaknya meyakini generasi milenial di Pulau Dewata akan meneladani ide, pemikiran, gagasan dan cita-cita Bung Karno untuk Indonesia Raya.
"Saya berharap sekaligus berkeyakinan bahwa generasi muda kita akan dengan suka cita memikul tanggung jawab ideologis tersebut. Karena sesungguhnya pada generasi muda inilah dititipkan masa depan Indonesia Raya yang kita cita-citakan bersama," kata Koster pada acara Peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan Bulan Bung Karno di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya, Denpasar, Sabtu malam.
Orang nomor satu di Provinsi Bali itu dalam kesempatan tersebut mengingatkan betapa pentingnya peran Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.
"Selama 74 tahun perjalanan bangsa dan negara kita, Pancasila telah menjadi kekuatan utama yang menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia, sebuah negara bangsa yang terdiri dari 300 suku bangsa, memiliki 700 bahasa, dan 17.000-an pulau," katanya.
Menurut dia, tanpa adanya sebuah ideologi dasar dan landasan filosofis seperti Pancasila, tentunya akan sulit membayangkan bagaimana perjalanan bangsa ini untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Koster mengingatkan bahwa peristiwa bersejarah seperti itu harus tetap abadi dalam memori kolektif Bangsa Indonesia. "Ingat pesan Bung Karno tentang Jasmerah: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah," katanya.
Gubernur Bali pun kemudian mengajak generasi milenial dan seluruh masyarakat Bali untuk berdoa dan berjuang bersama-sama agar Bung Karno bisa ditetapkan secara resmi sebagai Bapak Bangsa Indonesia oleh pemerintah pusat.
Untuk menunjukkan rasa hormat dan bhakti kepada Bung Karno sebagai Bapak Bangsa, maka Pemerintah Provinsi Bali menyelenggarakan Bulan Bung Karno yang akan diselenggarakan setiap tahun pada bulan Juni. Bulan Bung Karno berisi rangkaian kegiatan yang berlangsung selama sebulan.
Adapun rangkaian kegiatan tahun ini meliputi 1 Juni 2019 sebagai Peringatan 74 Tahun Hari Lahir Pancasila, 6 Juni 2019 sebagai Peringatan 118 Tahun Hari Lahir Bung Karno, 21 Juni 2019 untuk mengenang 49 tahun Hari Wafat Bung Karno.
Rangkaian kegiatan diisi dengan Pameran Foto Bung Karno dan Keragaman Indonesia, pemutaran film dokumenter Bung Karno, lomba cerdas cermat dan pidato Bung Karno, pagelaran seni dan budaya, serta ramah tamah lintas agama. Rangkaian acara akan ditutup pada tanggal 30 Juni 2019 dengan pementasan teater yang diangkat dari naskah drama yang ditulis Bung Karno. Seluruh acara dilangsungkan di Taman Budaya serta kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
"Malam ini kita berkumpul di sini untuk memperingati 74 tahun Hari Lahir Pancasila serta untuk mengenang dan menghormati Bung Karno, Bapak Pendiri Bangsa yang telah merumuskan dasar negara kita," ujarnya.
Pihaknya juga telah menyiapkan Peraturan Gubernur tentang Peringatan Hari Lahir Pancasila dan Bulan Bung Karno di Provinsi Bali agar peringatan ini bisa dilaksanakan secara permanen dan berkelanjutan di Bali.
Peraturan Gubernur yang rencananya akan diumumkan secara resmi pada Peringatan 118 tahun Hari Lahir Bung Karno pada 6 Juni mendatang akan menjadi Peraturan Gubernur tentang Peringatan Hari Lahir Pancasila dan Bulan Bung Karno pertama di Indonesia.
Sementara itu, Anggota Satuan Tugas Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Romo Benny Susetyo, dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah dan masyarakat Bali karena telah memelopori gelora kebangkitan Pancasila. Provinsi Bali, menurutnya, akan menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.
"Tanah Dewata ini telah memelopori bangkitnya kekuatan Pancasila sebagai visi dan arah pembangunan bangsa. Di dalam Pancasila itulah roh Soekarno hidup. Semoga roh Soekarno kembali bergema di Bali," ucapnya.
Acara Peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan Bulan Bung Karno tersebut berlangsung sukses dan semarak. Pemanggungan Teatrikalisasi Puisi oleh Ibu Putri Suastini Koster serta Oratorium Kolosal "Gerakan Kekuatan Pancasila" disambut gemuruh tepuk tangan oleh ribuan penonton dari berbagai elemen masyarakat yang menyesaki panggung terbuka itu.
Teatrikalisasi Puisi, yang menggabungkan unsur-unsur teater, musik, tari serta sastra, tersebut mengangkat sebuah puisi yang berjudul "Aku Melihat Indonesia". Puisi ini ditulis oleh Bung Karno dan menggambarkan keharuan dan kebanggaan-nya saat menatap hamparan sawah, gelora ombak, keagungan gunung, serta keindahan budaya tanah tumpah-darahnya.
Putri Suastini Koster, yang sedari belia memang suka menulis dan membaca puisi, menjadi bintang utama Teatrikalisasi Puisi tersebut dengan artikulasinya yang jernih dan penghayatannya yang mendalam. Penonton pun memberikan apresiasi dengan tepuk tangan yang gemuruh.
Sedangkan Oratorium Kolosal Gerakan Kekuatan Pancasila yang digarap seniman serba bisa kelahiran Gianyar, I Made Sidia itu memaparkan perjalanan panjang bangsa Indonesia, mulai dari masa keemasan Majapahit, zaman penjajahan hingga masa kemerdekaan.
Semboyan bangsa "Bhinneka Tunggal Ika" yang termaktub pada Kekawin Sutasoma karya Mpu Tantular menjadi benang merah yang menghubungkan masa keemasan Majapahit dengan masa kemerdekaan. Sosok Bung Karno hadir dalam puncak pemanggungan Oratorium tersebut sebagai Bapak Bangsa Indonesia.
Pancasila Power
Dalam kegiatan bertema "Gerakan Kekuatan Pancasila" itu, rangkaian acara juga terdiri dari pagelaran kebudayaan dan Pameran Arsip berapa foto Bung Karno dan keberagaman Indonesia.
Rieke Diah Pitaloka sebagai Duta Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dalam pembukaan pameran arsip mengatakan, Arsip adalah bagian dari kebudayaan, yang memperlihatkan peradaban suatu bangsa.
"Di ANRI arsip perjalanan sejarah Indonesia tersimlan dengan baik, termasuk tentang Pancasila. Bukti otentik kearsipan menunjukkan Pancasila pertama kali disampaikan oleh Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945," katanya.
Rieke mengatakan Pancasila selain sebagai ideologi bangsa dan dasar negara, juga sebagai alat pemersatu bangsa. Tanpa persatuan dan perdamaian tidak akan ada kemajuan yang dapat dicapai.
“Karena itu sudah saatnya Hari Lahir Pancasila tidak hanya ditanyakan dengan seremonial, tetapi menjadi momen untuk membangun ingatan kolektif seluruh elemen bangsa. Peringatan 74 tahun lahirnya Pancasila adalah langkah awal untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sudah saatnya pula Pancasila dijadikan pedoman untuk menyusun dan melaksanakan rencana pembangunan nasional,” katanya.
“Bali adalah jendela dan pintu Indonesia bagi dunia. Di pulau dewata ini kita dapat tunjukkan pada bangsa-bangsa lain bahwa Pancasila Power menyatukan bangsa Indonesia yang beragam untuk hidup dalam harmoni dengan berkepribadian dalam kebudayaan," katanya.