Jakarta (ANTARA) - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebutkan enam partai politik perlu melakukan langkah "big bang" agar lolos "parliamentary threshold" 4 persen dan melenggang ke parlemen.
"Enam parpol perlu langkah 'big bang'. Jika tidak, terancam terempas pada Pemilu 2019," kata peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman, di Jakarta, Sabtu.
Enam parpol yang dimaksud, yakni Hanura, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Berkarya, Partai Garuda, dan PKPI.
Hasil survei terbaru LSI mencatat elektabilitas ambang batas paling atas elektabilitas enam parpol itu berada di bawah empat persen.
"Seperti Hanura yang batas paling atas (elektabilitas) masih 3,2 persen. Belum masuk PT. Perlu langkah 'big bang' untuk mendongkrak langkah menuju Senayan," ucapnya.
Langkah yang dimaksudkan, kata dia, tidak cukup langkah biasa-biasa saja, tetapi langkah besar yang bisa mendongkrak elektabilitas.
Dari survei LSI, elektabilitas Hanura berkisar 0,5-3,2 persen, PBB 0,5-3,2 persen, PSI 0,5-3,2 persen, Partai Berkarya 0,5-3,0 persen, Garuda 0,4-2,6 persen, dan PKPI 0,3-2,3 persen.
Survei terbaru LSI juga merilis 10 parpol yang potensial lolos PT pada Pemilu 2019, yakni PDIP di urutan pertama dengan elektabilitas 26,7-31,1 persen.
Kemudian, Gerindra (13,4-17,8 persen), Golkar (11,5-15,9 persen), Demokrat (4,6-9,0 persen), Partai Kebangkitan Bangsa sebesar 4,5-8,9 persen.
Di posisi enam, Partai Keadilan Sejahtera (3,8-8,2 persen), disusul NasDem (3,5-7,9 persen), Perindo (2,3-6,7 persen), PPP (1,9-6,3 persen), dan PAN (1,4-5,8 persen).
Meski demikian, Ikrama mengingatkan lima parpol dari 10 parpol, yakni PKS, Nasdem, Perindo, PPP, dan PAN masih dalam posisi yang rawan.
"Angka batas atas elektabilitas memang sudah melebihi empat persen. Namun, angka bawahnya masih kurang. Makanya, kelima parpol ini walaupun potensial lolos, namun masih rawan," tuturnya.
Survei terbaru LSI itu dilakukan pada 4-9 April 2019 dengan menggunakan 2.000 responden di 34 provinsi di Indonesia, dengan metode "multistage random sampling".
Ikrama menjelaskan pengambilan data dilakukan melalui wawancara langsung tatap muka menggunakan kuosioner dan hasil survei itu memiliki "margin of error" sebesar 2,2 persen.