"Melalui forum ini, kami harapkan bisa meningkatkan pemahaman budaya, mempererat kerja sama di bidang pendidikan, pertukaran mahasiswa dan dosen, kerja sama penelitian dan seminar internasional, sehingga bisa mempererat hubungan persahabatan antarkedua negara," kata Rektor Unud Prof Dr dr AA Raka Sudewi, SpS (K) saat menyampaikan sambutan pada acara bertajuk "The First China-Indonesia Cross Cultural Forum (CICF), di Denpasar, Selasa.
Prof Raka Sudewi mengungkapkan hubungan persabahatan antara Bali dengan Tiongkok sudah terjalin sejak beratus-ratus tahun yang lalu, yang dapat dilihat dari peninggalan bersejarah maupun Warisan Budaya Kebendaan maupun Warisan Budaya Tak Benda.
"Warisan budaya kebendaan seperti uang kepeng, kesenian Barong Landung, Baris China, bangunan tempat pemujaan untuk Ratu Syahbandar, Dewi Kwam Im, kelenteng atau konco yang tersebar di seluruh Bali," ucapnya.
Selain itu, warisan budaya tak benda seperti cerita rakyat atau roman yang mengisahkan perkawinan Raja Bali Jayapangus dengan Kang Cing Wie, putri dari China, juga cerita Sampek Ing Tay yang sudah diangkat dalam beberapa kesenian di Indonesia seperti Ludruk, Ketoprak, dan kesenian drama di Bali.
"Pemahaman lintas budaya merupakan salah satu upaya untuk mempererat persahabatan antarabangsa di dunia dengan cara membangun jembatan dialog, agar dapat saling memahami berbagai aspek kehidupan antarbangsa," ujarnya.
Terkait dengan kegiatan seminar kali ini, kata Prof Raka Sudewi, sekaligus merupakan implementasi dari MoU yang sudah ditandatangani antara Unud dengan Konjen Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar, dan juga sejumlah perguruan tinggi di Tiongkok.
Pihaknya berharap hubungan baik selama ini bisa terus berlanjut, apalagi akan dibuka Institut Confucius Indonesia di Universitas Udayana yang sudah mendapat persetujuan dari Direktorat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Selain itu, Unud juga ingin meningkatkan kolaborasi di bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi, baik itu melalui pertukaran mahasiswa, penelitian di bidang budaya, dan juga pengabdian masyarakat.
Sementara itu, Konsul Jenderal RRT di Denpasar Gou Haodong berpandangan pertukaran budaya merupakan cara terbaik untuk mengenal lebih baik antara daerah satu dengan lainnya, khususnya antara Tiongkok dan Indonesia, utamanya lagi dengan Bali.
"Kedua negara (Indonesia dan Tiongkok) memiliki populasi yang sangat tinggi dan negara yang kaya," ujarnya.
Dengan pertukaran kebudayaan, ujar Gou Haodong diharapkan akan bisa lebih mengerti budaya masing-masing negara dengan lebih mendalam dan hubungan persaudaraan menjadi lebih erat.
"Lewat pertukaran kebudayaan adalah hubungan manusia dengan manusia, dari hati ke hati sehingga dengan saling mengerti satu sama lainnya, akan lebih mengerti budaya masing-masing negara dengan lebih mendalam dan membangun hubungan persaudaraan yang lebih erat," ucapnya.
Pihaknya berjanji kerja sama dengan Universitas Udayana akan dilaksanakan secara berkelanjutan, termasuk akan dikembangkan pada sektor-sektor lainnya.
Dalam forum yang dirangkaikan dengan seminar itu menghadirkan sejumlah narasumber yakni Prof Zhao Baisheng, Ngurah Paramartha dan Prof Darma Putra.
Acara itu terselenggara berkat kerja sama antara Konsulat Jenderal RRT di Denpasar dengan Peking University dan "Center of International Programs (CIP)" Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. (ed)