Gianyar (Antaranews Bali) - Pragmentari Bhaya Artha garapan Sekaa Gong anak-anak Jaya Semara Kusuma tampil mengundang decak kagum yang membuat riuh para penonton saat mebarungan dengan Sekaa Gong Gita Werdhi Suara, Banjar Bangkiang Sidem, Desa Tembuku Bangli.
Pagelaran Gong Kebyar yang dikemas bebarungan selalu menjadi daya tarik masyarakat Bali. Antusiasme masyarakat terlihat dengan berlimpah ruahnya penonton dari berbagai kalangan menyaksikan pagelaran Gong Kebyar anak-anak, yang menampilkan dua Sekaa Gong anak-anak di Open Stage Ardha Candra, Denpasar, Senin (16/7).
Sekaa Gong Anak-anak Jaya Semara Kusuma, Banjar Puseh Desa Adat Ketewel, Sukawati sebagai duta Kabupaten Gianyar pada ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) XL Tahun 2018 berbarung dengan Sekaa Gong Kebyar Anak-anak Gita Werdhi Suara Duta Kabupaten Bangli. Penampilan dua Sekaa Gong anak-anak ini begitu memukau penonton. Dengan balutan busana putih kombinasi merah anak-anak Jaya Semara Kusuma bawakan Tabuh Kreasi Pepanggulan Jabang Tetuko.
Jabang Tetuko merupakan nama kecil Gatotkaca yang tumbuh dan digembleng di kawah Candra Dimuka, setelah dewasa Gatotkaca menjadi ksatria perkasa dan gugur sebagai Pahlawan Kusuma Bangsa. Kisah Gatotkaca tersebut menginspirasikan spirit ungkapan seni tabuh yang terajut dari mustika karawitan Bali.
Tabuh Pepanggulan Jabang Tetuko ini ibarat jabang bayi yang kelak berharap tumbuh menjadi sumber insan seni yang gemilang.
Melihat banyaknya upacara yang dilaksanakan di Bali, Anak-anak juga menampilkan Tari Rejang Bebayuhan. Tari rejang diyakini mengundang turunnya para dewata. Rejang Bebayuhan disuguhkan melalui simbol-simbol maknawi Nirmala, bertabur rekah keindahan yang memuncah dalam kesukacitaan serta memercikan kebeningan nurani dalam kedamaian yang mententramkan.
Anak-anak Jaya Semara Kusuma juga menginspirasi generasi masa kini, bahwa sifat lobha dan nafsu akan gelimang harta memecahkan persaudaraan dan menghancurkan diri sendiri. Kisah tersebut dituangkan dalam bentuk garapan seni Tari Legong Kuntir.
Kisah yang menceritakan perselisihan putra kembar Baghawan Gautama yang berkelahi memperebutkan benda ajaib Cuku Manik Astagina. Akibat keserakahannya keduanya dikutuk menjadi kera berwarna merah, yang dikenal sebagai Subali dan Sugriwa.
Bebarungan yang dihadiri Sekda Kabupaten Gianyar I Made Gede Wisnu Wijaya beserta sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintahan Daerah Kabupaten Gianyar ditutup dengan Pragmentari Bhaya Artha. Pragmentari Bhaya Artha menceritakan misteri kematian manusia yang tidak diketahui kapan waktunya. Namun suatu pertanda akan hadir ajal penjemput kematian dipercaya dapat diberikan oleh lengking tangis suara burung tuwu-tuwu.
Bhaya Artha memberikan pesan bahwa seseorang yang hidupnya terbelenggu oleh harta duniawi, jika tiba-tiba mendengarkan juitan jerit burung tuwu-tuwu, waspadalah dan pasrahlah jangan tangisi segala nikmat dunia itu sebab kematian sudah datang menyeringai. (*)
Pragmentari Bhaya Artha Undang Decak Kagum
Selasa, 17 Juli 2018 15:15 WIB