Kuta (Antaranews Bali) - Wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali tertarik untuk menghias bagian anggota tubuhnya dengan tato, memanfaatkan para ahli bidang tersebut yang berlomba-lomba menawarkan jasa di sepanjang pantai berpasir putih itu.
"Kami dalam memberikan pelayanan tato berusaha yang terbaik yakni satu jarum untuk satu pelanggan sebagai upaya menghindari terjadinya penularan HIV/AIDS," kata Arik, salah seorang penjual jasa tato di Kawasan Kuta, Rabu.
Ia mengatakan, dalam memberikan pelayanan tato itu selalu mengutamakan kebersihan jarum, slop tangan, dan kualitas tinta yang terbaik.
Dalam memberikan jasa tato itu, pihaknya tidak menetapkan tarif, karena nilainya sangat tergantung dari ukuran besar kecilnya tato yang menghiasi tubuh pelanggan. Tato yang dibuat dengan kualitas bagus maka biayanya menjadi mahal.
Arik mencontohkan, pelayanan tato yang selama ini diberikan kepada wisatawan mancanegara khususnya asal Australia, Jerman, Selandia Baru dan Perancis bervariasi antara Rp300.000 hingga puluhan juta.
Baca juga: Di Pantai Kuta, kusir delman siap layani wisatawan
Sementara Kadek Arta, salah seorang penjual jasa tato lainnya menambahkan, jenis tato yang ditawarkan memiliki rancang bangun (desain) yang bervariasi dengan mengutamakan keindahan dan filosofis yang terkandung di dalamnya.
Beberapa jenis tato yang ditawarkan kepada konsumen antara lain tato oriental yakni tato yang memainkan ketajaman warna, bio mechanical yakni tato ilustrasi tubuh manusia, portrait (tato sosok idola kita), geometrik (tato yang memainkan unsur garis) dan water color (tato yang berbentuk seperti cipratan air).
Kadek Arta menambahkan, jasa tato selain diminati wisatawan mancanegara juga menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara dari berbagai daerah di Indonesa maupun masyarakat setempat.
Baca juga: 150 Seniman Tato Ikuti Kontes Di Denpasar
Eron, seorang tukang tato lainnya menjelaskan, tato merupakan sebuah ruang seni untuk mengekspresikan diri seseorang, pria maupun wanita.
"Orang yang bertato tidak serta merta berpenampilan menakutkan atau terkesan penjahat. Sebab, setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda terhadap orang yang memakai tato pada bagian tubuhnya," katanya.
Eron, pria asal Bandung itu mengaku dalam menjalankan usaha tato sejak lima tahun yang lalu mengalami pasang surutnya. Saat tamu sepi maupun pada waktu Gunung Agung erupsi, perekonomian di sini anjlok dan pendapatan sangat kecil, bahkan hampir tidak ada sama sekali.
Namun setelah erupsi berakhir dan Gunung Agung kembali dinyatakan stabil kunjungan wisatawan mancanegara kembali normal di Pantai Kuta termasuk memanfaatkan jasa tato, ujar Eron. (ed)