Denpasar (Antaranews Bali) - Bank Indonesia menyatakan mata uang digital atau bitcoin berpotensi digunakan untuk pendanaan terorisme dan tindak pidana pencucian uang karena pelaku yang melakukan transaksi dengan nama samaran.
"Untuk itu Pemerintah dan BI mengingatkan masyarakat untuk tidak menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran karena melanggar Undang-Undang tentang Mata Uang," kata Kepala Divisi Sistem Pembayaran Pengelolaan Uang Rupiah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Teguh Setiadi di Denpasar, Rabu.
Menurut Teguh, berdasarkan data dari Departemen Komunikasi BI Pusat, bitcoin pernah dimanfaatkan dalam aksi terorisme seperti pelaku bom mal alam sutera mengancam manajemen mal dengan bom dan minta tebusan 100 bitcoin tahun 2015.
Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat tahun 2013 juga sempat menurup Silk Road sebuah pasar gelap dalam jaringan yang memperjualbelikan barang ilegal termasuk obat-obat terlarang menggunakan bitcoin.
Selain itu tahun 2015 peretas "Ghost Security Group" mengungkap beberapa akun keuangan ISIS dalam jaringan bitcoin, salah satunya memiliki nominal setara dengan Rp41,1 miliar.
Departemen Komunikasi BI juga menyebutkan bahwa pihak yang memfasilitasi masyarakat dalam perdagangan mata uang virtual rentan terhadap serangan siber dan minim pengawasan sehingga tingkat perlindungan konsumen rendah.
Teguh menambahkan bitcoin sendiri tidak memiliki otoritas atau badan pengawas akibatnya, tidak ada kepastian perlindungan masyarakat.
Apalagi nilai yang digunakan dalam mata uang digital itu, lanjut dia, berfluktuatif dengan nilai yang tidak wajar sehingga berpotensi menimbulkan kerugian masyarakat.
Bitcoin, kata dia, merupakan satu dari lima besar mata uang digital di dunia seperti ethereum, ripple, bitcoin cash dan cardano dari total jumlahnya mencapai sekitar 1.300 mata uang digital. (WDY)
Bitcoin berpotensi digunakan pendanaan terorisme
Rabu, 24 Januari 2018 14:25 WIB