Mangupura (Antaranews Bali) - Komisi I dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung, Bali, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sebuah hotel di kawasan Seminyak yang diduga menyerobot pesisir pantai di kawasan itu untuk "seawall" (tanggul pantai).
"Kami baru saja melakukan sidak ke hotel di Seminyak itu, karena diduga menyerobot kawasan pesisir pantai," kata Ketua Komisi II DPRD Badung, Wayan Luwir, setelah melakukan sidak di Mangupura, Jumat.
Ia melihat, dari rencana pembangunan proyek "seawall" itu secara kasat mata diduga tidak sesuai dengan aturan dan pihaknya sempat meminta dokumen kepada pihak hotel terkait pengerjaan tanggul untuk mencegah abrasi itu.
"Saat kami minta menunjukkan dokumen kepada pihak hotel (director engginering dan chips scurity hotel tersebut), ternyata dia tidak bisa membuktikan kepada kami izin menggarap proyek ini dari pihak yang berwenang," ujarnya.
Pihaknya melakukan sidak ini, karena menerima laopran dari masyarakat bahwa ada kegiatan proyek yang diduga menyimpang dari luas lahan yang telah diatur atau mengambil sepadan pantai.
Oleh karena itu, pihaknya akan memanggil pihak manajemen hotel terkait kegiatan pengerjaan proyek "seawall" ini beserta izin penggarapannya.
Apakah izin mereka lengkap atau tidak, karena yang saya tahun penataan pantai harus memohon izin dari pihak balai. Meskipun, sudah ada komunikasi dengan pihak kelian di sana, namun pengurusan izin dalam sebuah proyek tetap perlu dilakukan.
"Jangan sampai hanya sebatas sepengetahuan pihak kelian semata. Harus pula urus ke pihak perizinan di Pemkab Badung. Jika belum ada izin kami minta proyek itu di stop dahulu," ujarnya.
Hingga kini, pihak hotel belum dapat dikonfirmasi, kecuali pihak DPRD yang berencana memanggil pimpinan hotel itu untuk dimintai keterangan tentang perizinan untuk proyek yang diduga menyerobot kawasan pesisir pantai itu.
Dalam kesempatan terpisah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung, Bali, juga meminta proses tender proyek pembangunan dan infrastruktur di daerah itu segera dipercepat, guna saat eksekusi pengerjaannya tidak dilakukan tergesa-gesa, sehingga kualitas bangunan sesuai harapan bersama.
"Melihat banyaknya program pembangunan di Badung, saya berharap pemerintah segera melakukan tender agar rekanan yang mengerjakan proyek pemerintah tidak tergesa-gesa untuk Tahun 2018, sehingga kualitas proyek pembangunan pemerintah juga baik," kata Ketua Komisi II DPRD Badung Wayan Luwir Wiana.
Untuk itu, memasuki anggaran Tahun 2018, Komisi II DPRD Badung mengharapkan upaya ini agar dilakukan pemerintah, sehingga rekanan pemenang tender memiliki waktu panjang untuk menyelesaikan proyek, dengan catatan kualitas proyek juga tetap diutamakan.
Dalam waktu dekat, Komisi II DPRD Badung akan melakukan rapat kerja dengan pihak terkait seperti Dinas PUPR Badung untuk menyamakan persepsi. "Rapat kerja akan segera kami lakukan," katanya.
Sementara itu, Nyoman Dirgayusa selaku Wakil Ketua Komisi II DPRD Badung menekankan hampir semua proyek fisik diambil alih Dinas PUPR Badung, namun apakah di dinas itu sumber daya manusianya memadai dan siap.
"Ini harus dipersiapkan dulu, jangan sampai proses pembangunan terhambat gara-gara beban Dinas PUPR Badung bertambah," ujarnya.
Hal berbeda diungkapkan, Anggota Komisi II DPRD Badung, Nyoman Mesir mengaku kecewa dengan realisasi proyek pembangunan Tahun 2017, karena hingga kini masih banyak proyek yang belum selesai.
"Apakah dengan tambahan waktu 50 hari, mereka bisa menyelesaikan proyek yang telah lewat dari batas waktu kesepakatan ini akan rampung dengan adanya toleransi ini," katanya.
Oleh karenanya, pihaknya tidak sependapat dengan keluhan rekanan proyek di daerah itu yang mengaku terhambatnya pengerjaan sejumlah proyek pembangunan akibat sulit mencari bahan material akibat dampak erupsi Gunung Agung.
"Saya tidak setuju, kalau terhambatnya pengerjaan proyek ini molor akibat erupsi Gunung Agung yang dijadikan kambing hitam," katanya.
Hal ini dikarenakan, hanya bahan-bahan material yang diambil dari Gunung Agung hanya pasir dan batu, sedangkan bahan material lainya seperti besi maupun tenaga kerja itu diambil dari luar Bali.
Sementara untuk material pasir dan batu, katanya, rekanan bisa mencari alternatif mendatangkan dari tempat lain. "Soal harga yang material pasir dan batu yang nilainya melonjak itu sudah menjadi risiko rekanan. Jadi, Rekanan tetap harus bertanggung jawab menyelesaikan proyek," ujar Mesir. (WDY)