Jakarta (Antara Bali) - Badan Intelijen Negara (BIN) menanggapi isu
penyadapan yang menyeruak pasca-sidang dugaan kasus penistaan agama
dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (31/1).
Pertama, dalam pernyataan saudara Basuki Tjahaja Purnama dan
penasihat hukumnya pada persidangan tersebut terkait adanya informasi
antara KH Maruf Amin dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, tidak
disebutkan secara tegas apakah dalam komunikasi verbal secara langsung
ataukah percakapan telepon yang diperoleh melalui penyadapan.
Demikian seperti ditulis BIN melalui Deputi VI Sundawan Salya dalam
keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis.
Kedua, lanjut Sundawan, informasi yang disampaikan oleh Ahok dan
pengacaranya kepada Majelis Hakim merupakan tanggung jawab yang membuat
pernyataan.
Selanjutnya, Ahok juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada KH
Maaruf Amin. Petahana dalam pilkada DKI Jakarta itu pun sudah
mengklarifikasi bahwa informasi yang dijadikan sebagai alat bukti dalam
persidangan adalah berita yang bersumber dari media daring liputan6.com
edisi 7 Oktober 2016.
BIN mengingatkan, beradasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2011
tentang Intelijen Negara, BIN adalah elemen utama dalam sistem keamanan
nasional untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI.
Dalam menjalankan tugas, BIN memang diberikan kewenangan untuk
menyadap berdasarkan undang-undang dengan menjunjung tinggi nilai
demokrasi dan hak asasi manusia.
"Namun penyadapan hanya dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan
fungsi intelijen dalam rangka menjaga keselamatan, keutuhan dan
kedaulatan NKRI, di mana hasilnya tidak dipublikasikan dan diberikan
kepada pihak tertentu," lanjut Sundawan.
Terakhir, BIN menegaskan bahwa informasi tentang adanya komunikasi
antara KH Maruf Amin dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukan berasal
dari lembaga yang kini dipimpin Jenderal Polisi Budi Gunawan tersebut.
Sebelumnya, SBY dalam konferensi pers pada Rabu (2/1) mengatakan
percakapan dirinya dengan Maruf Amin atau percakapan dengan pihak mana
pun disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang
dibenarkan undang-undang, berarti ilegal.
"Saya berharap kepolisian, kejaksaan, pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE," ujar dia.
Menurut SBY, sesuatu hal yang diutarakan dalam persidangan memiliki
keabsahan dan kekuatan tersendiri, untuk itu dirinya meminta pengusutan
atas penyadapan yang dilakukan terhadapnya.
Dia mengatakan persoalan isu penyadapan terhadap dirinya bukan
merupakan delik aduan, pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan
dari dirinya untuk bisa melakukan pengusutan karena ketentuan penyadapan
sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.
SBY secara pribadi tidak meyakini dirinya disadap karena sebagai
mantan presiden dirinya mendapatkan pengamanan oleh Paspampres.
Pengawalan yang diperoleh meliputi pengawalan terhadap dirinya sebagai
individu, kegiatan hingga kerahasiaan pembicaraannya. (WDY)
Badan Intelijen Negara Tanggapi Isu Penyadapan
Jumat, 3 Februari 2017 8:50 WIB