Denpasar (Antara Bali) - Anggota DPRD Bali Nyoman Wirya mendukung usulan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) setempat kepada pemerintah untuk membuat peraturan daerah mengenai keberadaan "bendega" atau nelayan.
"Saya mendukung usulan HNSI kepada pemerintah maupun DPRD Bali untuk membuat Perda Tentang `Bendega`, terutama dalam upaya pelestarian budaya dan relegi," katanya di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan usulan dari HNSI tersebut sudah disampaikan kepada DPRD Bali, namun saat ini masih menunggu pembahasan lebih lanjut, sebab untuk membuat sebuah perda memerlukan waktu dan perlu kajian dari berbagai sektor.
"Apalagi membuat perda baru, memerlukan proses dan mekanisme, disamping juga mendapatkan kajian dari masyarakat dan para akademisi," ucap politikus Partai Golkar.
Wirya mengatakan langkah untuk pelestarian budaya dan relegi yang melekat pada "bendega" atau nelayan perlu dibahas lebih lanjut, karena menyangkut dengan kearifan lokal.
"Memang secara menyeluruh nelayan sudah mendapat perhatian pemerintah pusat dan daerah. Namun dalam budaya dan relegi di Bali harus dapat dilestarikan, sebab para "bendega" memiliki tanggung jawab untuk menjadi `penyungsung pura segara`," ujar anggota Komisi IV DPRD Bali.
Hal tersebut, kata dia, perlu mendapat pembahasan yang lebih matang dan kajian dari berbagai disiplin ilmu, sehingga tidak bertentangan dengan aturan yang sudah ada.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Bali Ir Nengah Manu Mudita meminta pemerintah daerah maupun DPRD setempat membuat peraturan daerah (perda) "bendega" atau nelayan.
"Kami meminta kepada pemerintah provinsi maupun DPRD Bali membuat perda yang mengatur keberadaan `bendega` serta pendukung aktivitasnya," katanya.
Ia mengatakan, perlunya aturan hukum dalam bentuk perda tersebut adalah bertujuan untuk mendapatkan perlindungan secara sosial dan budaya. Sebab keberadaan `bendega` di Bali tidak terlepas dari kegiatan budaya dan ritual keagamaan.
"Sebagai `bendega` mereka mempunyai tujuan untuk ekonomi untuk menafkahi keluarganya, namun di sisi lain mempunyai tanggung jawab pelestarian budaya dan agama. Yakni dalam segi budaya para `bendega` mampu melestarikan kegiatan-kegiatan yang telah diwarisi, termasuk juga memelihara tempat suci (pura segara)," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Saya mendukung usulan HNSI kepada pemerintah maupun DPRD Bali untuk membuat Perda Tentang `Bendega`, terutama dalam upaya pelestarian budaya dan relegi," katanya di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan usulan dari HNSI tersebut sudah disampaikan kepada DPRD Bali, namun saat ini masih menunggu pembahasan lebih lanjut, sebab untuk membuat sebuah perda memerlukan waktu dan perlu kajian dari berbagai sektor.
"Apalagi membuat perda baru, memerlukan proses dan mekanisme, disamping juga mendapatkan kajian dari masyarakat dan para akademisi," ucap politikus Partai Golkar.
Wirya mengatakan langkah untuk pelestarian budaya dan relegi yang melekat pada "bendega" atau nelayan perlu dibahas lebih lanjut, karena menyangkut dengan kearifan lokal.
"Memang secara menyeluruh nelayan sudah mendapat perhatian pemerintah pusat dan daerah. Namun dalam budaya dan relegi di Bali harus dapat dilestarikan, sebab para "bendega" memiliki tanggung jawab untuk menjadi `penyungsung pura segara`," ujar anggota Komisi IV DPRD Bali.
Hal tersebut, kata dia, perlu mendapat pembahasan yang lebih matang dan kajian dari berbagai disiplin ilmu, sehingga tidak bertentangan dengan aturan yang sudah ada.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Bali Ir Nengah Manu Mudita meminta pemerintah daerah maupun DPRD setempat membuat peraturan daerah (perda) "bendega" atau nelayan.
"Kami meminta kepada pemerintah provinsi maupun DPRD Bali membuat perda yang mengatur keberadaan `bendega` serta pendukung aktivitasnya," katanya.
Ia mengatakan, perlunya aturan hukum dalam bentuk perda tersebut adalah bertujuan untuk mendapatkan perlindungan secara sosial dan budaya. Sebab keberadaan `bendega` di Bali tidak terlepas dari kegiatan budaya dan ritual keagamaan.
"Sebagai `bendega` mereka mempunyai tujuan untuk ekonomi untuk menafkahi keluarganya, namun di sisi lain mempunyai tanggung jawab pelestarian budaya dan agama. Yakni dalam segi budaya para `bendega` mampu melestarikan kegiatan-kegiatan yang telah diwarisi, termasuk juga memelihara tempat suci (pura segara)," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016