Denpasar (Antara Bali) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengawal dan memberikan pengamanan kepada korban dan saksi ledakan bom di depan Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur.
"Kami siapkan pengawalan dan pengamanan kepada saksi yang diperlukan untuk kasus itu termasuk korban," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat ditemui usai membuka seminar dan diskusi terkait antisipasi aksi terorisme di daerah pariwisata di Sanur, Denpasar, Rabu.
Dia mengungkapkan saat ini tim dari LPSK telah ke Samarinda untuk memastikan pelayanan kepada para korban dan saksi termasuk mengakomodir pelayanan lanjutan kepada mereka.
"Kami ingin pastikan bahwa korban terorisme di Samarinda haknya terpenuhi baik medis, psikologi dan kerohaniman artinya korban meninggal mendapat santunan kematian," imbuhnya.
Koordinasi dengan aparat kepolisian setempat juga dilakukan untuk memastikan proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.
Selain itu koordinasi juga dilakukan dengan pemerintah daerah setempat dan rumah sakit untuk memastikan pelayanan yang saat ini diberikan kepada korban.
"Kami juga ingin memastikan layanan apa lagi yang diperlukan agar penanganan kepada mereka bisa dilakukan dengan maksimal," ucapnya.
Sebelumnya ledakan bom yang diduga molotov dilempar teroris di depan Gereja Oikumene di Jalan Dr Cipto Mangunkusumo, Samarinda, Minggu (13/11).
Empat balita mengalami luka bakar akibat ledakan bom molotov, satu di antaranya Intan Olivia Marbun berusia dua tahun, meninggal dunia Senin (14/11) akibat luka bakar yang diderita hampir di seluruh tubuhnya.
Pelaku yang diduga melempar bom molotov ke gereja itu telah ditangkap kepolisian.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar di Jakarta, Minggu (13/11) mengatakan bahwa pelaku itu berinisial J yang diduga terkait jaringan teroris kelompok JAD Kalimantan Timur yang memiliki koneksi dengan jaringan Anshori Jawa Timur.
Boy menuturkan polisi akan mendalami motif dan kegiatan J terkait pelemparan bom molotov tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami siapkan pengawalan dan pengamanan kepada saksi yang diperlukan untuk kasus itu termasuk korban," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat ditemui usai membuka seminar dan diskusi terkait antisipasi aksi terorisme di daerah pariwisata di Sanur, Denpasar, Rabu.
Dia mengungkapkan saat ini tim dari LPSK telah ke Samarinda untuk memastikan pelayanan kepada para korban dan saksi termasuk mengakomodir pelayanan lanjutan kepada mereka.
"Kami ingin pastikan bahwa korban terorisme di Samarinda haknya terpenuhi baik medis, psikologi dan kerohaniman artinya korban meninggal mendapat santunan kematian," imbuhnya.
Koordinasi dengan aparat kepolisian setempat juga dilakukan untuk memastikan proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.
Selain itu koordinasi juga dilakukan dengan pemerintah daerah setempat dan rumah sakit untuk memastikan pelayanan yang saat ini diberikan kepada korban.
"Kami juga ingin memastikan layanan apa lagi yang diperlukan agar penanganan kepada mereka bisa dilakukan dengan maksimal," ucapnya.
Sebelumnya ledakan bom yang diduga molotov dilempar teroris di depan Gereja Oikumene di Jalan Dr Cipto Mangunkusumo, Samarinda, Minggu (13/11).
Empat balita mengalami luka bakar akibat ledakan bom molotov, satu di antaranya Intan Olivia Marbun berusia dua tahun, meninggal dunia Senin (14/11) akibat luka bakar yang diderita hampir di seluruh tubuhnya.
Pelaku yang diduga melempar bom molotov ke gereja itu telah ditangkap kepolisian.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar di Jakarta, Minggu (13/11) mengatakan bahwa pelaku itu berinisial J yang diduga terkait jaringan teroris kelompok JAD Kalimantan Timur yang memiliki koneksi dengan jaringan Anshori Jawa Timur.
Boy menuturkan polisi akan mendalami motif dan kegiatan J terkait pelemparan bom molotov tersebut. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016