Bandung (Antara Bali) - Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi (Kemristekdikti) akan menghentikan tunjangan fungsional pada
dosen di perguruan tinggi yang masih berpendidikan sarjana atau
setingkat strata satu (S1).
"Tunjangan fungsional itu akan kami hentikan, karena berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen yang disahkan pada 2005 tak ada lagi dosen yang mempunyai pendidikan sarjana pada 10 tahun setelah UU itu disahkan," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti Ali Ghufron Mukti di Bandung, Jawa Barat, Sabtu.
Besaran tunjangan fungsional tersebut, menurut dia, tergantung jenjang dan jabatan akademiknya, dan rata-rata tunjangan fungsional yang diterima para dosen senilai Rp750.000 per bulan.
Hingga saat ini, Kemristekdikti mencatat bahwa terdapat setidaknya 31.000 dosen yang masih berpendidikan sarjana, padahal UU Guru dan Dosen mengamanatkan minimal pendidikan dosen adalah pascasarjana.
"Kami sudah melakukan sosialisasi terhadap hal ini," ujar mantan Wakil Menteri Kesehatan RI di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu.
Kemristekdikti selama ini juga mempunyai berbagai strategi untuk mengatasi persoalan dosen yang masih sarjana, antara lain mereka didorong melanjutkan pendidikan ke S2 bahkan S3 memanfaatkan beasiswa.
"Kemristekdikti punya program Beasiswa untuk Dosen Indonesia (BUDI). Pada tahun ini ada sekitar 2.300 dosen yang kami berikan beasiswa," papar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Ia pun mengemukakan pihaknya terus mengupayakan agar para dosen bisa melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain BUDI, dikatakannya, ada juga beasiswa hasil kerja sama dengan sejumlah negara bagi kalangan dosen.
Selain itu, menurut dia, ada mekanisme rekognisi pengajaran lampau, sehingga pengalaman para dosen yang sudah mengajar selama puluhan tahun dapat disetarakan dengan pascasarjana dengan sejumlah persyaratan.
"Terakhir, jika tidak bisa juga, kami pindahkan menjadi tenaga kependidikan atau bisa juga diberhentikan," katanya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, penghentian tunjangan bagi dosen lulusan S1 tidak menjadi polemik, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengharuskan pendidikan minimal guru adalah sarjana, yang kesemuanya untuk kepentingan pendidikan nasional. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Tunjangan fungsional itu akan kami hentikan, karena berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen yang disahkan pada 2005 tak ada lagi dosen yang mempunyai pendidikan sarjana pada 10 tahun setelah UU itu disahkan," ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemristekdikti Ali Ghufron Mukti di Bandung, Jawa Barat, Sabtu.
Besaran tunjangan fungsional tersebut, menurut dia, tergantung jenjang dan jabatan akademiknya, dan rata-rata tunjangan fungsional yang diterima para dosen senilai Rp750.000 per bulan.
Hingga saat ini, Kemristekdikti mencatat bahwa terdapat setidaknya 31.000 dosen yang masih berpendidikan sarjana, padahal UU Guru dan Dosen mengamanatkan minimal pendidikan dosen adalah pascasarjana.
"Kami sudah melakukan sosialisasi terhadap hal ini," ujar mantan Wakil Menteri Kesehatan RI di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II itu.
Kemristekdikti selama ini juga mempunyai berbagai strategi untuk mengatasi persoalan dosen yang masih sarjana, antara lain mereka didorong melanjutkan pendidikan ke S2 bahkan S3 memanfaatkan beasiswa.
"Kemristekdikti punya program Beasiswa untuk Dosen Indonesia (BUDI). Pada tahun ini ada sekitar 2.300 dosen yang kami berikan beasiswa," papar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Ia pun mengemukakan pihaknya terus mengupayakan agar para dosen bisa melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.
Selain BUDI, dikatakannya, ada juga beasiswa hasil kerja sama dengan sejumlah negara bagi kalangan dosen.
Selain itu, menurut dia, ada mekanisme rekognisi pengajaran lampau, sehingga pengalaman para dosen yang sudah mengajar selama puluhan tahun dapat disetarakan dengan pascasarjana dengan sejumlah persyaratan.
"Terakhir, jika tidak bisa juga, kami pindahkan menjadi tenaga kependidikan atau bisa juga diberhentikan," katanya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, penghentian tunjangan bagi dosen lulusan S1 tidak menjadi polemik, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengharuskan pendidikan minimal guru adalah sarjana, yang kesemuanya untuk kepentingan pendidikan nasional. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016