Yogyakarta (Antara Bali) - Remaja yang memiliki kecenderungan untuk
permisif terhadap gaya hidup seksual pranikah, dinilai berisiko tinggi
terkena masalah kesehatan reproduksi.
"Tidak banyak remaja yang mendapatkan informasi cukup tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual. Keterbatasan informasi ditambah perilaku seksual aktif yang berisiko kerap menimbulkan kasus kehamilan dan perkawinan pada usia remaja," ungkap Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Purwatiningsih, dalam Policy Corner, di Kampus Program Magister dan Doktoral Studi Kebijakan UGM, di Yogyakarta, Selasa.
Karena itu, ucapnya, penduduk usia remaja harus mendapatkan perhatian yang serius, sebab sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi akibat perilaku seksual pranikah, penggunaan obat-obatan terlarang yang bisa berujung pada HIV dan AIDS.
Ia mengatakan, bahwa menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 maupun tahun 2012, tercatat bahwa remaja laki-laki cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan remaja perempuan.
"Pada 2007, sebanyak 3,7 persen remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Jumlah ini naik menjadi 4,5 persen remaja laki-laki menurut data 2012. Sementara persentase untuk remaja perempuan turun, yakni dari 1,3 persen (tahun 2007) menjadi 0,7 persen (2012)," jelas dia.
Lebih jauh, kata dia, SDKI 2012 juga menunjukkan, sebanyak 12,8 persen remaja perempuan berstatus telah menikah.
Dari persentase tersebut, sebanyak 88,9 persen merupakan remaja usia 15-19 tahun dan 11,1 persen berusia 10-14 tahun, jelasnya.
"Sangat disarankan agar orangtua terlibat aktif dalam menjaga dan mengawasi pergaulan para remajanya, serta ikut mengarahkan pemahaman remaja untuk menjaga diri dengan sebaik mungkin," tandas dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Tidak banyak remaja yang mendapatkan informasi cukup tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual. Keterbatasan informasi ditambah perilaku seksual aktif yang berisiko kerap menimbulkan kasus kehamilan dan perkawinan pada usia remaja," ungkap Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Purwatiningsih, dalam Policy Corner, di Kampus Program Magister dan Doktoral Studi Kebijakan UGM, di Yogyakarta, Selasa.
Karena itu, ucapnya, penduduk usia remaja harus mendapatkan perhatian yang serius, sebab sangat berisiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi akibat perilaku seksual pranikah, penggunaan obat-obatan terlarang yang bisa berujung pada HIV dan AIDS.
Ia mengatakan, bahwa menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 maupun tahun 2012, tercatat bahwa remaja laki-laki cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah dibandingkan dengan remaja perempuan.
"Pada 2007, sebanyak 3,7 persen remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Jumlah ini naik menjadi 4,5 persen remaja laki-laki menurut data 2012. Sementara persentase untuk remaja perempuan turun, yakni dari 1,3 persen (tahun 2007) menjadi 0,7 persen (2012)," jelas dia.
Lebih jauh, kata dia, SDKI 2012 juga menunjukkan, sebanyak 12,8 persen remaja perempuan berstatus telah menikah.
Dari persentase tersebut, sebanyak 88,9 persen merupakan remaja usia 15-19 tahun dan 11,1 persen berusia 10-14 tahun, jelasnya.
"Sangat disarankan agar orangtua terlibat aktif dalam menjaga dan mengawasi pergaulan para remajanya, serta ikut mengarahkan pemahaman remaja untuk menjaga diri dengan sebaik mungkin," tandas dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016