Jakarta (Antara Bali) - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan
TNI berperan melakukan operasi intelijen dalam membantu mengupayakan
pembebasan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera kelompok
Abu Sayyaf di Filipina.
"Keterlibatan TNI hanya melaksanakan operasi intelijen. Itu saja. Mau dibilang TNI tidur-tidur terus sama masyarakat mau dibilang apanya yang memang begitu, ya tetapi yang jelas bisa bebas kan," kata Gatot, di Jakarta, Selasa.
Hingga saat ini, ada dua WNI masih disandera oleh kelompok teroris itu, yakni Robin Peter dan M Nasir.
Gatot mengatakan memang TNI tidak bisa terjun langsung ke lapangan untuk membebaskan sandera yang ditawan kelompok teroris itu di wilayah Filipina karena undang-undang tidak mengatur tentang hal itu.
Tanpa diakomodasi oleh peraturan perundang-undangan, dia mengatakan, TNI tidak bisa bergerak menyusuri keberadaan para sandera di wilayah Filipina itu.
"Jadi TNI dapat dikatakan hanya telepon-teleponan berkoordinasi begitu. Itu yang bisa dilakukan, mau peran apa ke sana? Orang sama undang-undang tidak boleh ke sana," ujarnya.
Dia berharap kedua sandera itu dapat segera dibebaskan. Pemerintah Indonesia juga terus mengupayakan pembebasan sandera WNI itu termasuk lewat cara diplomasi.
"Dua lagi saya minta kepada semuanya berdoa mudah-mudahan dalam minggu ini ada kabar gembira. Semua berusaha lewat diplomasi total," ujarnya.
Meski demikian, Panglima TNI Gatot mengatakan pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan pemerintah Filipina untuk mengetahui proses pembebasan WNI yang ditawan kelompok teroris Abu Sayyaf.
"Kita doakan saja karena itu agak alot," tuturnya.
Dia mengatakan pihaknya terus berusaha mencari informasi seputar keberadaan WNI yang disandera itu.
"Ya intelijen kan memberikan informasi, mencari informasi, melemparkan informasi lagi. Tapi tidak ada itu TNI berangkat ke sana," ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak tiga sandera WNI dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina pada Sabtu malam (1/10) sekitar pukul 23.35 waktu setempat.
Menurut keterangan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi tiga sandera WNI yang dibebaskan tersebut atas nama Ferry Arifin, M. Mahbur Dahlan dan Edi Suryono. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Keterlibatan TNI hanya melaksanakan operasi intelijen. Itu saja. Mau dibilang TNI tidur-tidur terus sama masyarakat mau dibilang apanya yang memang begitu, ya tetapi yang jelas bisa bebas kan," kata Gatot, di Jakarta, Selasa.
Hingga saat ini, ada dua WNI masih disandera oleh kelompok teroris itu, yakni Robin Peter dan M Nasir.
Gatot mengatakan memang TNI tidak bisa terjun langsung ke lapangan untuk membebaskan sandera yang ditawan kelompok teroris itu di wilayah Filipina karena undang-undang tidak mengatur tentang hal itu.
Tanpa diakomodasi oleh peraturan perundang-undangan, dia mengatakan, TNI tidak bisa bergerak menyusuri keberadaan para sandera di wilayah Filipina itu.
"Jadi TNI dapat dikatakan hanya telepon-teleponan berkoordinasi begitu. Itu yang bisa dilakukan, mau peran apa ke sana? Orang sama undang-undang tidak boleh ke sana," ujarnya.
Dia berharap kedua sandera itu dapat segera dibebaskan. Pemerintah Indonesia juga terus mengupayakan pembebasan sandera WNI itu termasuk lewat cara diplomasi.
"Dua lagi saya minta kepada semuanya berdoa mudah-mudahan dalam minggu ini ada kabar gembira. Semua berusaha lewat diplomasi total," ujarnya.
Meski demikian, Panglima TNI Gatot mengatakan pemerintah Indonesia terus berkoordinasi dengan pemerintah Filipina untuk mengetahui proses pembebasan WNI yang ditawan kelompok teroris Abu Sayyaf.
"Kita doakan saja karena itu agak alot," tuturnya.
Dia mengatakan pihaknya terus berusaha mencari informasi seputar keberadaan WNI yang disandera itu.
"Ya intelijen kan memberikan informasi, mencari informasi, melemparkan informasi lagi. Tapi tidak ada itu TNI berangkat ke sana," ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak tiga sandera WNI dibebaskan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina pada Sabtu malam (1/10) sekitar pukul 23.35 waktu setempat.
Menurut keterangan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi tiga sandera WNI yang dibebaskan tersebut atas nama Ferry Arifin, M. Mahbur Dahlan dan Edi Suryono. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016