Denpasar (Antara Bali) - Pengurus Pusat Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies/ASITA) mendesak Pemerintah Provinsi Bali segera melakukan ujian untuk pramuwisata Bahasa Mandarin.
"Kami sudah menghadap Bapak Gubernur Made Mangku Pastika untuk menyampaikan keberadaan pemandu wisata, khususnya Bahasa Mandarin yang selama ini sudah tidak berimbang dengan kedatangan turis asal Tiongkok ke Pulau Dewata," kata juru bicara Komite China, ASITA Hery Sudiarto di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan keberadaan pramuwisata Bahasa Mandarin di Bali berdasarkan data tahun 2010 sebanyak 1.300 orang. Namun kalau melihat dari kunjungan wisatawan Tiongkok yang terus meningkat setiap tahunnya, maka keberadaan pramuwisata dengan turis sangat tidak berimbang.
"Perbandingan antara pramuwisata dengan turis Tiongkok yang mencapai satu juta dalam kurun enam tahun, tentu ini tidak bisa melayani secara efektif. Karena itu kami berharap Pemprov Bali segera menyelenggarakan ujian pramuwisata Bahasa Mandarin tersebut," ucap Heri yang didampingi pengurus Komite China lainnya, Chandra Salim.
Dampak dari tidak adanya ujian pramuwisata tersebut selama kurun waktu enam tahun, kata Hery, maka banyak "guide" Bahasa Mandarin yang tidak mengantongi izin atau lisensi.
"Hal tersebut karena berdasarkan Perda Pariwisata Bali yang menyebutkan seorang pramuwisata pendidikannya sarjana (S1), sehingga kondisi di lapangan bahwa sebagian besar yang berprofesi `guide` pendidikannya SMA dan sederajat. Dengan aturan itu sehingga secara hukum mereka tidak bisa mengikuti ujian tersebut," ucapnya.
Sehingga dalam prakteknya, kata dia, para pramuwisata Bahasa Mandarin tidak memiliki lisensi. Karena itu tidak jarang juga pramuwisata dikatakan ilegal secara hukum karena tidak memiliki izin.
"Pada waktu kami bertemu dengan Bapak Gubernur Bali, beliau menyarankan Badan Perjalanan Wisata (BPW) dan ASITA segera menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan secara swadaya sehingga menghasilkan pramuwisata Mandarin yang memiliki sertifikasi kompetensi sebagai syarat mendapatkan KTTP (Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata)," katanya.
Ia mengatakan Gubernur Mangku Pastika sangat mengapresiasi keberadaan pramuwisata Bahasa Mandarin, sehingga pelaksanaan pelatihan tersebut bisa menggandeng lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang ada di daerah.
Dengan demikian, kata dia, bisa dengan cepat menghasilkan pramuwisata-pramuwisataa berbahasa Mandarin, mereka yang telah mendapatkan pendidikan dan lulus sertifikasi kompetensi berhak mendapatkan KTTP S (sementara) yang berlaku satu tahun.
"Kemudian BPW dan ASITA boleh mengajukan kepada Disparda agar dilakukan ujian pengetahuan budaya Bali dan bila lulus bisa mendapatkan KTTP tetap yang berlaku selama tiga tahun," katanya.
Dengan adanya arahan dari Gubernur Mangku Pastika yang peduli dengan kemajuan pariwisata Bali maka sinergi antara pemerintah, penegak hukum dan industri pariwisata Bali diharapkan akan membuahkan hasil yang baik, sehingga sektor pariwisata Bali mampu berpengaruh terhadap sektor lainnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami sudah menghadap Bapak Gubernur Made Mangku Pastika untuk menyampaikan keberadaan pemandu wisata, khususnya Bahasa Mandarin yang selama ini sudah tidak berimbang dengan kedatangan turis asal Tiongkok ke Pulau Dewata," kata juru bicara Komite China, ASITA Hery Sudiarto di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan keberadaan pramuwisata Bahasa Mandarin di Bali berdasarkan data tahun 2010 sebanyak 1.300 orang. Namun kalau melihat dari kunjungan wisatawan Tiongkok yang terus meningkat setiap tahunnya, maka keberadaan pramuwisata dengan turis sangat tidak berimbang.
"Perbandingan antara pramuwisata dengan turis Tiongkok yang mencapai satu juta dalam kurun enam tahun, tentu ini tidak bisa melayani secara efektif. Karena itu kami berharap Pemprov Bali segera menyelenggarakan ujian pramuwisata Bahasa Mandarin tersebut," ucap Heri yang didampingi pengurus Komite China lainnya, Chandra Salim.
Dampak dari tidak adanya ujian pramuwisata tersebut selama kurun waktu enam tahun, kata Hery, maka banyak "guide" Bahasa Mandarin yang tidak mengantongi izin atau lisensi.
"Hal tersebut karena berdasarkan Perda Pariwisata Bali yang menyebutkan seorang pramuwisata pendidikannya sarjana (S1), sehingga kondisi di lapangan bahwa sebagian besar yang berprofesi `guide` pendidikannya SMA dan sederajat. Dengan aturan itu sehingga secara hukum mereka tidak bisa mengikuti ujian tersebut," ucapnya.
Sehingga dalam prakteknya, kata dia, para pramuwisata Bahasa Mandarin tidak memiliki lisensi. Karena itu tidak jarang juga pramuwisata dikatakan ilegal secara hukum karena tidak memiliki izin.
"Pada waktu kami bertemu dengan Bapak Gubernur Bali, beliau menyarankan Badan Perjalanan Wisata (BPW) dan ASITA segera menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan secara swadaya sehingga menghasilkan pramuwisata Mandarin yang memiliki sertifikasi kompetensi sebagai syarat mendapatkan KTTP (Kartu Tanda Pengenal Pramuwisata)," katanya.
Ia mengatakan Gubernur Mangku Pastika sangat mengapresiasi keberadaan pramuwisata Bahasa Mandarin, sehingga pelaksanaan pelatihan tersebut bisa menggandeng lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang ada di daerah.
Dengan demikian, kata dia, bisa dengan cepat menghasilkan pramuwisata-pramuwisataa berbahasa Mandarin, mereka yang telah mendapatkan pendidikan dan lulus sertifikasi kompetensi berhak mendapatkan KTTP S (sementara) yang berlaku satu tahun.
"Kemudian BPW dan ASITA boleh mengajukan kepada Disparda agar dilakukan ujian pengetahuan budaya Bali dan bila lulus bisa mendapatkan KTTP tetap yang berlaku selama tiga tahun," katanya.
Dengan adanya arahan dari Gubernur Mangku Pastika yang peduli dengan kemajuan pariwisata Bali maka sinergi antara pemerintah, penegak hukum dan industri pariwisata Bali diharapkan akan membuahkan hasil yang baik, sehingga sektor pariwisata Bali mampu berpengaruh terhadap sektor lainnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016