Denpasar (Antara Bali) - Provinsi Bali berhasil meraih juara umum dalam Parade Tari Nusantara ke-35 yang dilaksanakan di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pada 20 Agustus 2016.
"Kami berbangga bahwa sekarang seniman muda yang memang telah diberikan ruang, ternyata telah menghasilkan karya seni yang sudah diakui di tingkat nasional," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di Denpasar, Senin.
Bali berhasil menyabet penghargaaan sebagai juara umum dan mendapatkan piala bergilir Pemrakarsa TMII karena berhasil memperoleh penghargaan terbanyak dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.
Dalam parade yang diikuti oleh perwakilan 30 provinsi di Tanah Air itu, Bali berhasil menjadi sebagai penyaji terbaik, penata tari terbaik (Anak Agung Gede Agung Rahma Putra), penata rias dan busana terbaik (I Made Sugiarta), serta penata musik unggulan (I Wayan Sudiarsa).
Dalam kompetisi bergengsi tingkat nasional ini, Bali yang diwakili oleh Yayasan Pancer Langit yang berkolaborasi dengan Penggak Men Mersi membawakan cerita rakyat atau legenda berjudul "Legu Gondong".
Cerita rakyat ini mengisahkan tentang raksasa bersayap seperti nyamuk yang dikenal dengan Legu Gondong yang telah mengakibatkan wabah yang berujung kematian pada masyarakat Kesiman, Denpasar. Singkat cerita, Prabu Kesiman masuk ke dalam lautan untuk melakukan meditasi dan memohon kekuatan dari Dewa Laut untuk mendapatkan kekuatan agar bisa mengembalikan Legu Gondong kepada pencipta-Nya.
Akhirnya dari tengah lautan, Prabu Kesiman muncul bersama Dewa Laut yang berwujud Gajah Mina atau ikan raksasa berkepala gajah, dan Legu Gondong dapat dimusnahkan.
"Meskipun sudah mendapatkan juara umum, kita tidak boleh berpuas diri sampai di sini. Tetapi harus terus didorong berbagai karya seni yang inovatif dan kreatif karena provinsi lain pastinya terus membuat yang terbaru. Jika tidak, maka Bali bisa kecolongan di tahun-tahun mendatang," ucap Dewa Beratha.
Menurut dia, memang seni tradisi harus tetap dilestarikan dan dipelihara, tetapi jangan sampai terjadi stagnan pada seni tradisi sehingga seniman muda harus terus didorong tetap berkreasi.
Sementara itu, Kadek Wahyudita yang menjadi salah satu tim juri dalam Parade Budaya Nusantara tersebut mengatakan salah satu kriteria penilaian dalam kompetisi haruslah mengangkat kearifan lokal, tidak saja tertata secara estetika, namun juga harus sarat dengan pesan moral.
"Dalam parade itu, Sulteng dan Kepulauan Riau menjadi saingan berat Bali karena mereka banyak menampilkan lompatan-lompatan kreativitas. Oleh karena itu, ke depan Bali harus punya konsep yang lebih baik yang akan dijadikan lompatan kreativitas dalam berkesenian," ucapnya.
Lima juri dalam parade tersebut, lanjut dia, juga memperhatikan gerak-gerak simbolik yang ditampilkan dan tidak saja terpaku pada gerak tari yang indah.
Di samping itu, harus ada pola kostum yang digunakan penampil yang bersifat multifungsi dan pemanfaatan properti secara efektif efisien sesuai dengan tema cerita. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami berbangga bahwa sekarang seniman muda yang memang telah diberikan ruang, ternyata telah menghasilkan karya seni yang sudah diakui di tingkat nasional," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di Denpasar, Senin.
Bali berhasil menyabet penghargaaan sebagai juara umum dan mendapatkan piala bergilir Pemrakarsa TMII karena berhasil memperoleh penghargaan terbanyak dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia.
Dalam parade yang diikuti oleh perwakilan 30 provinsi di Tanah Air itu, Bali berhasil menjadi sebagai penyaji terbaik, penata tari terbaik (Anak Agung Gede Agung Rahma Putra), penata rias dan busana terbaik (I Made Sugiarta), serta penata musik unggulan (I Wayan Sudiarsa).
Dalam kompetisi bergengsi tingkat nasional ini, Bali yang diwakili oleh Yayasan Pancer Langit yang berkolaborasi dengan Penggak Men Mersi membawakan cerita rakyat atau legenda berjudul "Legu Gondong".
Cerita rakyat ini mengisahkan tentang raksasa bersayap seperti nyamuk yang dikenal dengan Legu Gondong yang telah mengakibatkan wabah yang berujung kematian pada masyarakat Kesiman, Denpasar. Singkat cerita, Prabu Kesiman masuk ke dalam lautan untuk melakukan meditasi dan memohon kekuatan dari Dewa Laut untuk mendapatkan kekuatan agar bisa mengembalikan Legu Gondong kepada pencipta-Nya.
Akhirnya dari tengah lautan, Prabu Kesiman muncul bersama Dewa Laut yang berwujud Gajah Mina atau ikan raksasa berkepala gajah, dan Legu Gondong dapat dimusnahkan.
"Meskipun sudah mendapatkan juara umum, kita tidak boleh berpuas diri sampai di sini. Tetapi harus terus didorong berbagai karya seni yang inovatif dan kreatif karena provinsi lain pastinya terus membuat yang terbaru. Jika tidak, maka Bali bisa kecolongan di tahun-tahun mendatang," ucap Dewa Beratha.
Menurut dia, memang seni tradisi harus tetap dilestarikan dan dipelihara, tetapi jangan sampai terjadi stagnan pada seni tradisi sehingga seniman muda harus terus didorong tetap berkreasi.
Sementara itu, Kadek Wahyudita yang menjadi salah satu tim juri dalam Parade Budaya Nusantara tersebut mengatakan salah satu kriteria penilaian dalam kompetisi haruslah mengangkat kearifan lokal, tidak saja tertata secara estetika, namun juga harus sarat dengan pesan moral.
"Dalam parade itu, Sulteng dan Kepulauan Riau menjadi saingan berat Bali karena mereka banyak menampilkan lompatan-lompatan kreativitas. Oleh karena itu, ke depan Bali harus punya konsep yang lebih baik yang akan dijadikan lompatan kreativitas dalam berkesenian," ucapnya.
Lima juri dalam parade tersebut, lanjut dia, juga memperhatikan gerak-gerak simbolik yang ditampilkan dan tidak saja terpaku pada gerak tari yang indah.
Di samping itu, harus ada pola kostum yang digunakan penampil yang bersifat multifungsi dan pemanfaatan properti secara efektif efisien sesuai dengan tema cerita. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016