Denpasar (Antara Bali) - Sidang dugaan korupsi dana nasabah dalam bentuk deposito di Bank Pembanguan Daerah (BPD) Bali Cabang Tabanan, dengan terdakwa I Wayan Sukarja Sastrawan mulai disidangkan dengan agenda pembuktian dan menghadirkan empat saksi.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutrisno di Pengadilan Tipikor, Rabu, keempat saksi itu terdiri atas satu saksi Kepala BPD Bali Cabang Tabanan, dan tiga orang nasabah.

Salah satu saksi nasabah BPD Bali Cabang Tabanan H.Tohir mengungkapkan, dirinya bersama istri sudah mendepositikon uang dengan total Rp1,7 juta kepada terdakwa.

"Uang Rp1 miliar yang dimilikinya sempat dilakukan pemindahan dari BRI dengan meminta bantuan terdakwa. Sedangkan, uang Rp700 juta milik istrinya diambil secara tunai di rumah saksi oleh terdakwa," ujar saksi.

Anggota majelis hakim Sumali sempat bertanya kepada saksi, apakah uang Rp1 miliar yang didepositokan sudah masuk tabungan BPD apa masih dipegang terdakwa?.

Saksi mengatakan tidak mengetahui hal itu. "Saya tidak mengetahui itu majelis hakim dan tidak tercatat dibuku tabungan," katanya.

Namun, pihaknya mengakui, uang ganti rugi sudah dikembalikan terdakwa kepada saksi. Namun, dalam sidang tersebut terungkap bahwa ada dua gilyet giro (BG) fiktif dan indeksnya tidak sesuai dengan neraca.

Terdakwa kembali diuntungkan manakala ada pengakuan saksi bahwa uang dikembalikkan setelah kasus ini disidik kejaksaan.

Usai sidang, jaksa sempat meminta pada majelis hakim agar dilakukan penahanan terhadap terdakwa. Namun, majelis hakim mengaku akan melakukan musyawarah, sehingga belum dilakukan penahanan terhadap terdakwa usai sidang.

Kemudian, kuasa hukum terdakwa sudah mempersiapkan surat penangguhan penahanan, apabila dilakukan penahanan terhadap terdakwa.

"Terdakwa harus koperatif. Sekecil apapun nanti ada kesalahan, jika tidak koperatif, kami akan lakukan penahanan," kata hakim Sutrisno.

Dalam dakwaan sebelumnya, nilai dana nasabah yang dikurangi terdakwa mencapai Rp 1,7 miliar. Pengakuan terdakwa dalam sidang sebelumnya uang itu digunakan untuk kepentingan pribadinya seperti membeli pendingin ruangan, televisi, beberapa unit sepeda motor, satu unit mobil CRV dan Honda Jazz.

Kemudian, uang tersebut digunakan terdakwa untuk membangun satu unit rumah di Tabanan. Senilai itu, Sukarja juga menggunakan uang untuk membeli peralatan karaoke di rumahnya, membiayai orangtuanya sakit dan untuk keperluan sehari-hari sejak Tahun 2012 hingga 2014.

Atas perbuatan itu, Sukarja didakwa dengan Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang tidak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah Undang-Undang 20 Tahun 2001 jo Pasal 54 Ayat 1 KUHP pidana.

Motif Sukarja mengambil uang mencapai Rp1,7 miliar tersebut dengan berpura-pura menabungkan uang nasabah yang dipegangnya dengan membuat buku tabungan fiktif.

Pergerakan buku tabungan terutama bunga dana nasabah diketik secara manual dengan mesin ketik kantornya.

Nasabah yang menjadi korban Sukarja yakni I Wayan Winada yang telah mendepositokan uang sebesar Rp60,9 juta, Ni Nyoman Suartami (Rp25 juta), H. Thoir (Rp1 miliar) dan Fia Wartini (Rp 700 juta). (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016