Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengharapkan kepesertaan masyarakat Pulau Dewata dalam Jaminan Kesehatan Nasional dapat meningkat, sehingga pada 2017 siap terintegrasi dengan program pemerintah pusat itu.
"Keikutsertaan masyarakat Bali saat ini yang baru mencapai 51 persen, ini masih kurang dari target minimal di awal tahun 2017 mendatang yaitu 70 persen," kata Pastika ketika memimpin rapat dengan jajaran BPJS Divisi Regional XI, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, banyak cara bisa digunakan untuk menarik minat masyarakat, seperti menginstruksikan badan usaha mendaftarkan karyawannya, hingga memperbaiki pelayanannya.
"Apalagi itu sudah diatur dalam Perpres 111 tahun 2013, yang merupakan perbaikan atas Perpres 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut sudah diatur dalam pasal 6 ayat 3 bahwa pemberi kerja harus mendaftarkan karyawannya dalam kepesertaan jaminan kesehatan paling lambat 1 Januari 2015 untuk usaha makro dan BUMN, dan paling lambat 1 Januari 2016 untuk usaha mikro. Jadi ya semua usaha yang berizin di Bali harus mengikutsertakan karyawannya," ujarnya.
Selain itu, Pemprov Bali juga tengah menghadapi polemik seputar Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang sudah telanjur menjadi primadona untuk rakyat.
Pastika menuturkan bahwa sudah jelas dalam amanat UU, jaminan kesehatan daerah (jamkesda) harus diintegrasikan dengan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN.
Sementara itu keberadaan JKBM sudah kadung melebur dengan rakyat, bahkan sebagian besar rakyat Bali memilih menggunakan jaminan kesehatan daerah ini ketimbang BPJS Kesehatan karena dirasa lebih mudah dan tanggungannya juga banyak.
"Di sini saya menghadapi pilihan yang sulit, satu sisi saya harus tunduk kepada UU yang lebih tinggi dengan mengintegrasikan JKBM ke JKN, satu sisi rakyat Bali sangat menginginkan JKBM diteruskan lagi," katanya.
Namun dia menegaskan akan selalu mengikuti aturan yang lebih tinggi, sehingga dalam kesempatan itu Pastika mendorong BPJS bekerja lebih keras lagi menjaring peserta.
"Jika bisa dalam waktu dekat peserta BPJS di Bali bisa ditingkatkan menjadi 70 persen saja, maka program ini bisa kita lanjutkan dan anggaran kesehatan bisa kita alihkan ke infrastruktur," tandasnya.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Divisi regional XI Anurman Huda mengungkapkan bahwa sudah menjadi kewajiban kepala daera untuk melaksanakan program strategis nasional seperti yang tertuang pada pasal 67 UU No 23 Tahun 2004.
Dan program JKN termasuk salah satu program strategis nasional. Dia mengakui memang kepesertaan masyarakat Bali dalam BPJS Kesehatan memang masih belum memenuhi target, masih ada sekitar dua juta lebih masyarakat yang belum terdaftar dan itu menjadi PR bagi institusinya. Untuk kepesertaan Badan Usaha hingga Juni 2016 sudah mencapai 6.950 dengan total peserta 463.991 tenaga kerja.
"Masih ada sekitar 1.194 badan usaha yang belum mendaftarkan karyawannya, dan itu yang akan kita kejar," katanya.
Selain itu, dia juga menyinggung masalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
Menurut dia UU mengamanatkan agar pemerintah pusat harus menganggarkan PBI melaui APBN bagi warga kurang mampu di satu provinsi yang besarannya berkisar antara 30-40 persen dari jumlah total warga.
Namun, mengingat angka kemiskinan Bali yang cenderung kecil yaitu sebesar 4,25 persen, maka pusat hanya akan menganggarkan sekitar 22 persen saja dan Pemprov Bali bisa menganggarkan sisanya sekitar 18 persen agar mencapai 40 persen itu.
"Hitungan kasar kami 18 persen yang bisa ditanggung oleh Pemprov Bali berkisar antara 1 juta lebih warga yang perlu mendapat dana PBI dari APBD pemprov, jika dikalikan kasar 1 juta itu dikalikan Rp23 ribu (iuran untuk BPJS kelas III, red) dikalikan 12 bulan didapat angka sekitar Rp284 miliar per tahun.
Sementara anggaran untuk JKBM sekitar Rp400 miliar per tahun, sehingga lanjut dia, Pemprov Bali bisa irit hampir setengahnya. Dana itu bisa dialokasian untuk keperluan lain seperti infrastruktur.
Selain itu ada beberapa keuntungan lagi menggunakan JKN, jika warga Bali sakit atau kecelakaan di daerah lain, BPJS masih bisa mengcover, sedangkan jaminan kesehatan daerah hanya berlaku untuk di daerahnya saja.
Menanggapi hal itu, Pastika sangat antusias dan berjanji akan mendukung penuh program pemerintah pusat itu. Dia berpendapat jika segala program pusat itu muaranya pasti untuk kesejahteraan masyarakat, salah satu syarat masyarakat sejahtera adalah harus sehat.
Sementara untuk iuran PBI sebagaimana dijelaskan, dia berjanji akan mengkajinya karena menyangkut pos anggaran.
"Apakah dana sekitar Rp284 miliar itu kita alokasikan untuk hibah atau bantuan khusus, akan kita kaji lebih lanjut," ucapnya.
Dalam pertemuan tersebut, turut juga dihadiri oleh perwakilan dari Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Kamar Dagang (Kadin) Bali, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Bali, juga Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali beserta jajaran SKPD di lingkungan Provinsi Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Keikutsertaan masyarakat Bali saat ini yang baru mencapai 51 persen, ini masih kurang dari target minimal di awal tahun 2017 mendatang yaitu 70 persen," kata Pastika ketika memimpin rapat dengan jajaran BPJS Divisi Regional XI, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, banyak cara bisa digunakan untuk menarik minat masyarakat, seperti menginstruksikan badan usaha mendaftarkan karyawannya, hingga memperbaiki pelayanannya.
"Apalagi itu sudah diatur dalam Perpres 111 tahun 2013, yang merupakan perbaikan atas Perpres 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Perpres tersebut sudah diatur dalam pasal 6 ayat 3 bahwa pemberi kerja harus mendaftarkan karyawannya dalam kepesertaan jaminan kesehatan paling lambat 1 Januari 2015 untuk usaha makro dan BUMN, dan paling lambat 1 Januari 2016 untuk usaha mikro. Jadi ya semua usaha yang berizin di Bali harus mengikutsertakan karyawannya," ujarnya.
Selain itu, Pemprov Bali juga tengah menghadapi polemik seputar Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) yang sudah telanjur menjadi primadona untuk rakyat.
Pastika menuturkan bahwa sudah jelas dalam amanat UU, jaminan kesehatan daerah (jamkesda) harus diintegrasikan dengan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN.
Sementara itu keberadaan JKBM sudah kadung melebur dengan rakyat, bahkan sebagian besar rakyat Bali memilih menggunakan jaminan kesehatan daerah ini ketimbang BPJS Kesehatan karena dirasa lebih mudah dan tanggungannya juga banyak.
"Di sini saya menghadapi pilihan yang sulit, satu sisi saya harus tunduk kepada UU yang lebih tinggi dengan mengintegrasikan JKBM ke JKN, satu sisi rakyat Bali sangat menginginkan JKBM diteruskan lagi," katanya.
Namun dia menegaskan akan selalu mengikuti aturan yang lebih tinggi, sehingga dalam kesempatan itu Pastika mendorong BPJS bekerja lebih keras lagi menjaring peserta.
"Jika bisa dalam waktu dekat peserta BPJS di Bali bisa ditingkatkan menjadi 70 persen saja, maka program ini bisa kita lanjutkan dan anggaran kesehatan bisa kita alihkan ke infrastruktur," tandasnya.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Divisi regional XI Anurman Huda mengungkapkan bahwa sudah menjadi kewajiban kepala daera untuk melaksanakan program strategis nasional seperti yang tertuang pada pasal 67 UU No 23 Tahun 2004.
Dan program JKN termasuk salah satu program strategis nasional. Dia mengakui memang kepesertaan masyarakat Bali dalam BPJS Kesehatan memang masih belum memenuhi target, masih ada sekitar dua juta lebih masyarakat yang belum terdaftar dan itu menjadi PR bagi institusinya. Untuk kepesertaan Badan Usaha hingga Juni 2016 sudah mencapai 6.950 dengan total peserta 463.991 tenaga kerja.
"Masih ada sekitar 1.194 badan usaha yang belum mendaftarkan karyawannya, dan itu yang akan kita kejar," katanya.
Selain itu, dia juga menyinggung masalah Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.
Menurut dia UU mengamanatkan agar pemerintah pusat harus menganggarkan PBI melaui APBN bagi warga kurang mampu di satu provinsi yang besarannya berkisar antara 30-40 persen dari jumlah total warga.
Namun, mengingat angka kemiskinan Bali yang cenderung kecil yaitu sebesar 4,25 persen, maka pusat hanya akan menganggarkan sekitar 22 persen saja dan Pemprov Bali bisa menganggarkan sisanya sekitar 18 persen agar mencapai 40 persen itu.
"Hitungan kasar kami 18 persen yang bisa ditanggung oleh Pemprov Bali berkisar antara 1 juta lebih warga yang perlu mendapat dana PBI dari APBD pemprov, jika dikalikan kasar 1 juta itu dikalikan Rp23 ribu (iuran untuk BPJS kelas III, red) dikalikan 12 bulan didapat angka sekitar Rp284 miliar per tahun.
Sementara anggaran untuk JKBM sekitar Rp400 miliar per tahun, sehingga lanjut dia, Pemprov Bali bisa irit hampir setengahnya. Dana itu bisa dialokasian untuk keperluan lain seperti infrastruktur.
Selain itu ada beberapa keuntungan lagi menggunakan JKN, jika warga Bali sakit atau kecelakaan di daerah lain, BPJS masih bisa mengcover, sedangkan jaminan kesehatan daerah hanya berlaku untuk di daerahnya saja.
Menanggapi hal itu, Pastika sangat antusias dan berjanji akan mendukung penuh program pemerintah pusat itu. Dia berpendapat jika segala program pusat itu muaranya pasti untuk kesejahteraan masyarakat, salah satu syarat masyarakat sejahtera adalah harus sehat.
Sementara untuk iuran PBI sebagaimana dijelaskan, dia berjanji akan mengkajinya karena menyangkut pos anggaran.
"Apakah dana sekitar Rp284 miliar itu kita alokasikan untuk hibah atau bantuan khusus, akan kita kaji lebih lanjut," ucapnya.
Dalam pertemuan tersebut, turut juga dihadiri oleh perwakilan dari Perkumpulan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Kamar Dagang (Kadin) Bali, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Bali, juga Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali beserta jajaran SKPD di lingkungan Provinsi Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016