Denpasar (Antara Bali) - Pasaran Hongkong paling banyak menyerap barang-barang rajutan dari Bali yang mencapai 33,41 persen dari total pengapalan senilai 1,32 juta dolar AS selama bulan Mei 2016.
"Barang-barang rajutan hasil sentuhan tangan-tangan terampil perajin Bali banyak menembus pasaran luar negeri, setelah Hongkong menyusul Singapura yang menyerap 20,90 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, selain itu juga diserap pasaran Amerika Serikat 14,59 persen, Australia 10,41 persen, Jepang 1,83 persen, Spanyol 0,93 persen, Belanda 0,26 persen, Prancis 0,42 persen dan Jerman 3,49 persen.
Sedangkan sisanya 13,75 persen diserap berbagai negara di belahan dunia, karena barang-barang rajutan itu sangat diminati konsumen luar negeri.
Barang-barang rajutan dari Bali yang banyak diserap pasaran Hongkong dan Singapura tidak tertutup kemungkinan kembali dipasarkan untuk wisatawan mancangara yang singgah ke negara tersebut.
Adi Nugroho menambahkan, Bali mengapalkan barang-barang rajutan senilai 1,32 juta dolar AS selama bulan Mei 2016, menurun 3,91 juta dolar AS dibanding bulan sebelumnya (April 2016) yang mencapai 1,37 juta dolar AS.
Perolehan devisa tersebut dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya meningkat 5,32 persen, karena pada bulan Mei 2015 mengantongi devisa sebesar 1,25 juta dolar AS.
Perolehan devisa tersebut mampu memberikan andil 3,17 persen dari total nilai ekspor daerah ini sebesar 41,65 juta dolar AS selama bulan Mei 2016, menurun 2,33 persen dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 42,65 juta dolar AS.
Adi Nugroho menambahkan, Bali pada bulan yang sama juga mengapalkan pakaian jadi bukan rajutan senilai 3,84 juta dolar AS selama bulan Mei 2016, menurun 21,57 dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 4,90 juta dolar AS.
Pakaian jadi yang diperdagangkan ke luar negeri itu bukan produksi pabrik, namun dibuat secara manual sehingga memiliki nilai lebih di mata konsumen luar negeri, terutama dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa.
Pakaian Bali terutama yang dikombinasikan dengan manik-manik (monte) dan bordiran yang diproduksi secara manual memiliki nilai seni lebih, apalagi rancangannya disesuaikan dengan perkembangan mode di negara konsumen dipadukan dengan muatan lokal, ujar Adi Nugroho. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Barang-barang rajutan hasil sentuhan tangan-tangan terampil perajin Bali banyak menembus pasaran luar negeri, setelah Hongkong menyusul Singapura yang menyerap 20,90 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, selain itu juga diserap pasaran Amerika Serikat 14,59 persen, Australia 10,41 persen, Jepang 1,83 persen, Spanyol 0,93 persen, Belanda 0,26 persen, Prancis 0,42 persen dan Jerman 3,49 persen.
Sedangkan sisanya 13,75 persen diserap berbagai negara di belahan dunia, karena barang-barang rajutan itu sangat diminati konsumen luar negeri.
Barang-barang rajutan dari Bali yang banyak diserap pasaran Hongkong dan Singapura tidak tertutup kemungkinan kembali dipasarkan untuk wisatawan mancangara yang singgah ke negara tersebut.
Adi Nugroho menambahkan, Bali mengapalkan barang-barang rajutan senilai 1,32 juta dolar AS selama bulan Mei 2016, menurun 3,91 juta dolar AS dibanding bulan sebelumnya (April 2016) yang mencapai 1,37 juta dolar AS.
Perolehan devisa tersebut dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya meningkat 5,32 persen, karena pada bulan Mei 2015 mengantongi devisa sebesar 1,25 juta dolar AS.
Perolehan devisa tersebut mampu memberikan andil 3,17 persen dari total nilai ekspor daerah ini sebesar 41,65 juta dolar AS selama bulan Mei 2016, menurun 2,33 persen dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 42,65 juta dolar AS.
Adi Nugroho menambahkan, Bali pada bulan yang sama juga mengapalkan pakaian jadi bukan rajutan senilai 3,84 juta dolar AS selama bulan Mei 2016, menurun 21,57 dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai 4,90 juta dolar AS.
Pakaian jadi yang diperdagangkan ke luar negeri itu bukan produksi pabrik, namun dibuat secara manual sehingga memiliki nilai lebih di mata konsumen luar negeri, terutama dari Amerika Serikat, Australia dan Eropa.
Pakaian Bali terutama yang dikombinasikan dengan manik-manik (monte) dan bordiran yang diproduksi secara manual memiliki nilai seni lebih, apalagi rancangannya disesuaikan dengan perkembangan mode di negara konsumen dipadukan dengan muatan lokal, ujar Adi Nugroho. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016