Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan keprihatinannya terhadap perkembangan dunia pendidikan yang semakin banyak diwarnai dengan berbagai bentuk ketidakjujuran.
"Tak hanya di tingkat Sekolah Dasar hingga menengah atas, hal yang sama juga terjadi pada pendidikan tinggi," kata Pastika saat berorasi pada Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Denpasar, Minggu.
Menurut dia, untuk menjaga kredibilitas perguruan tinggi, tak jarang seorang dosen terpaksa memberi nilai bagus bagi mahasiswanya yang sebetulnya punya kemampuan pas-pasan.
Dia tidak memungkiri keprihatinan terhadap berbagai persoalan yang berkembang termasuk dunia pendidikan sudah terlalu banyak dilontarkan berbagai kalangan.
"Kita sepakatlah bahwa kondisi ini memang harus dibenahi. Lalu, mau kita apakan ini? Yang punya ide, tolong beri kami masukan," ucap Pastika.
Sementara itu, mantan komisioner KPU RI I Gusti Putu Artha dalam orasinya berpandangan ketidakjujuran yang berlangsung di dunia pendidikan secara massif mulai dari proses ujian hingga penerimaan siswa baru.
"Karena malu dicap gagal dalam mendidik, banyak oknum guru memberi ruang bagi siswanya untuk bekerja sama saat ujian. Praktik membocorkan soal hingga memberi kunci jawaban juga telah menjadi rahasia umum di kalangan pelaku pendidikan. Bahkan, belakangan berkembang informasi bahwa nilai ujian bisa disesuaikan di instansi terkait," katanya.
Artha menambahkan bahwa semua itu dilakukan secara massif agar para siswa dapat meraih nilai tinggi dan menembus sekolah favorit. Tak hanya di kalangan guru, orang tua pun terkesan menghalalkan segala cara karena gengsi kalau anaknya tak mampu menembus sekolah negeri.
"Yang lebih parah, dunia pendidikan juga terpasung oleh kepentingan politik. Di Tabanan ada SMA yang sampai menerima 17 kelas. Itu tak masuk akal," ujarnya.
Menurut dia, ketidakjujuran yang dilakukan secara masif ini merusak sistem pendidikan di negeri ini. "Kalau sejak sekolah dasar sudah diajarkan untuk tidak jujur, bagaimana masa depan anak-anak itu nantinya," katanya.
Guna mencegah kerusakan yang makin parah, dia mendorong sebuah gerakan memperbaiki dunia pendidikan mulai dari orang tua, guru, pemerhati pendidikan dan seluruh komponen.
Secara khusus, Artha mendesak para pemerhati pendidikan segera membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bertugas mengawasi perkembangan pendidikan. LSM inilah yang nantinya diharapkan mampu mengawasi dan mengontrol pelaksanaan sistem pendidikan mulai dari tingkat SD hingga SMA. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Tak hanya di tingkat Sekolah Dasar hingga menengah atas, hal yang sama juga terjadi pada pendidikan tinggi," kata Pastika saat berorasi pada Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Denpasar, Minggu.
Menurut dia, untuk menjaga kredibilitas perguruan tinggi, tak jarang seorang dosen terpaksa memberi nilai bagus bagi mahasiswanya yang sebetulnya punya kemampuan pas-pasan.
Dia tidak memungkiri keprihatinan terhadap berbagai persoalan yang berkembang termasuk dunia pendidikan sudah terlalu banyak dilontarkan berbagai kalangan.
"Kita sepakatlah bahwa kondisi ini memang harus dibenahi. Lalu, mau kita apakan ini? Yang punya ide, tolong beri kami masukan," ucap Pastika.
Sementara itu, mantan komisioner KPU RI I Gusti Putu Artha dalam orasinya berpandangan ketidakjujuran yang berlangsung di dunia pendidikan secara massif mulai dari proses ujian hingga penerimaan siswa baru.
"Karena malu dicap gagal dalam mendidik, banyak oknum guru memberi ruang bagi siswanya untuk bekerja sama saat ujian. Praktik membocorkan soal hingga memberi kunci jawaban juga telah menjadi rahasia umum di kalangan pelaku pendidikan. Bahkan, belakangan berkembang informasi bahwa nilai ujian bisa disesuaikan di instansi terkait," katanya.
Artha menambahkan bahwa semua itu dilakukan secara massif agar para siswa dapat meraih nilai tinggi dan menembus sekolah favorit. Tak hanya di kalangan guru, orang tua pun terkesan menghalalkan segala cara karena gengsi kalau anaknya tak mampu menembus sekolah negeri.
"Yang lebih parah, dunia pendidikan juga terpasung oleh kepentingan politik. Di Tabanan ada SMA yang sampai menerima 17 kelas. Itu tak masuk akal," ujarnya.
Menurut dia, ketidakjujuran yang dilakukan secara masif ini merusak sistem pendidikan di negeri ini. "Kalau sejak sekolah dasar sudah diajarkan untuk tidak jujur, bagaimana masa depan anak-anak itu nantinya," katanya.
Guna mencegah kerusakan yang makin parah, dia mendorong sebuah gerakan memperbaiki dunia pendidikan mulai dari orang tua, guru, pemerhati pendidikan dan seluruh komponen.
Secara khusus, Artha mendesak para pemerhati pendidikan segera membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bertugas mengawasi perkembangan pendidikan. LSM inilah yang nantinya diharapkan mampu mengawasi dan mengontrol pelaksanaan sistem pendidikan mulai dari tingkat SD hingga SMA. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016