Singaraja (Antara Bali) - Akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan, Kota Singaraja, Bali, Nyoman Suka Ardiyasa, MPd MFil.H mengatakan momentum Hari Suci Pagerwesi dimaknai sebagai momentum teguhkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


"Pagerwesi adalah hari khusus memagari diri dengan puja dan persembahan banten `Sesayut Pageh Urip` atau sesaji pagar jiwa," katanya di Kota Singaraja, Rabu.


Ia mengatakan, sesaji pagar jiwa adalah adalah inti ritual perayaan Pagerwesi bagi umat kebanyakan. Bagi para pendeta (sulinggih) hari Pagerwesi adalah hari penegakan diri sebagai "Lingga" atau tubuh niskala "Hyang Siwa" atau manifestasi Tuhan sebagai Dewa Siwa.


"Dengan sesaji `Sesayut Panca Lingga` atau sesaji lima pilar batin, khusus meneguhkan diri Sulinggih menjadikan diri sebagai poros atau pilar semesta lewat ritual memutar aksara Brahma atau `ngarga`," kata dia.


Ia menambahkan, sebelum Pagerwesi, didahului dengan dengan perayaan "Soma Ribek" yang jatuh pada hari Senin (Soma) wara Pon wuku Sinta, sehari setelah Banyu Pinaruh dan dua hari setelah Hari Raya Saraswati.


"Menurut pustaka Sundari Gama pada hari tersebut Sanghyang Tri Murti Amertha beryoga dengan lumbung (tempat beras dan tempat padi) selaku tempatnya," paparnya.


Dikatakan pula, pada hari tersebut disarankan umat menyampaikan rasa syukur atas keberadaan pangan. Aspek perayaan pangan ini dirayakan dengan menghentikan aktivitas pertanian selama sehari, seperti dilarang menumbuk padi, menggiling beras dan sebagainya.


Pada puja atau persembahyangan Pagerwesi yang membedakan banten Sulinggih dan umat biasa adalah banten upacara "ngarga" dan "mapasang Lingga" (peneguhan dan pengukuhan diri sebagai titik dari lingga dan hakikat Hyang Siwa). (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Bagus Andi Purnomo

Editor : I Made Andi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016