Denpasar (Antara Bali) - Perayaan Natal di Bali juga ditandai dengan suguhan hidangan khas setempat, sama seperti saat umat Hindu merayakan Hari Suci Galungan atau hari raya lainnya.
Jika saat hari Galungan umat Hindu terbiasa mengolah masakan seperti "lawar", "urutan" dan "be balung", yakni daging dipadukan dengan ares (batang pisang), umat kristen di Pulau Dewata pun saat merayakan Natal, Sabtu, melakukan hal yang sama.
Di Desa Tuka, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, misalnya, tampak umat kristiani mengolah dan menghidangkan masakan tradisional tersebut.
Ketua Dewan Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, Ketut Jack Mudastra menyebutkan bahwa, kebiasaan mengolah masakan khas saat Natal tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun.
Pada hari Natal itu, umat Kristiani menerima ucapan selamat dari warga sekitarnya yang beragama Hindu maupun Islam. Selesai bersilaturahmi, tamu disuguhi makanan dengan menu masakan khas Bali.
Masyarakat Tuka yang beragama Kristen, Hindu dan agama lainnya hidup berdampingan, rukun dan harmonis.
Dalam hidup keseharian mereka saling tolong menolong, termasuk saat menggelar kegiatan (hajatan), baik pada tingkatan rumah tangga maupun di desa adat.
"Kalau ada umat Hindu yang meninggal dunia dan dilanjutkan upacara pengabenan, warga nasrani wajib membantu kelancarannya," ujar Jack Mudastra.
Demikian pula untuk persiapan Natal dan kegiatan lainnya yang dilakukan umat kristiani kali ini, sepenuhnya mendapat dukungan dan bantuan dari umat Hindu.
"Pendeknya segala sesuatu yang berbau adat dan keagamaan kita kerjakan secara ikhlas dan bersama-sama," ucap Ketut Jack Mudastra.
Sementara itu umat Kristiani di Desa Bongan, Kabupaten Tabanan, 21 km barat Denpasar, setiap perayaan Natal mempunyai tradisi "ngejot' atau memberikan bingkisan makan berupa daging babi kepada tetangga yang beragama Hindu.
Tradisi "ngejot" menjelang hari Natal, menurut Pendeta Rai Saul Suryadi, sudah dilakukan sejak lama, sebagai upaya memupuk keharmonisan antarumat beragama. Meskipun berbeda agama, namun tetap bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai.
Hingga kini tradisi "ngejot" tetap dipertahankan oleh umat Kristiani di Banjar Munduk, Desa Bongan. Selain itu, mereka memasang penjor di setiap depan rumah.
Di Desa yang terletak sekitar satu kilometer arah selatan Kota Tabanan atau 21 km barat Denpasar itu, warga masih melestarikan tradisi menjelang Natal serta meramaikannya dengan hiasan penjor seperti saat umat Hindu menyambut Galungan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
Jika saat hari Galungan umat Hindu terbiasa mengolah masakan seperti "lawar", "urutan" dan "be balung", yakni daging dipadukan dengan ares (batang pisang), umat kristen di Pulau Dewata pun saat merayakan Natal, Sabtu, melakukan hal yang sama.
Di Desa Tuka, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, misalnya, tampak umat kristiani mengolah dan menghidangkan masakan tradisional tersebut.
Ketua Dewan Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka, Ketut Jack Mudastra menyebutkan bahwa, kebiasaan mengolah masakan khas saat Natal tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun.
Pada hari Natal itu, umat Kristiani menerima ucapan selamat dari warga sekitarnya yang beragama Hindu maupun Islam. Selesai bersilaturahmi, tamu disuguhi makanan dengan menu masakan khas Bali.
Masyarakat Tuka yang beragama Kristen, Hindu dan agama lainnya hidup berdampingan, rukun dan harmonis.
Dalam hidup keseharian mereka saling tolong menolong, termasuk saat menggelar kegiatan (hajatan), baik pada tingkatan rumah tangga maupun di desa adat.
"Kalau ada umat Hindu yang meninggal dunia dan dilanjutkan upacara pengabenan, warga nasrani wajib membantu kelancarannya," ujar Jack Mudastra.
Demikian pula untuk persiapan Natal dan kegiatan lainnya yang dilakukan umat kristiani kali ini, sepenuhnya mendapat dukungan dan bantuan dari umat Hindu.
"Pendeknya segala sesuatu yang berbau adat dan keagamaan kita kerjakan secara ikhlas dan bersama-sama," ucap Ketut Jack Mudastra.
Sementara itu umat Kristiani di Desa Bongan, Kabupaten Tabanan, 21 km barat Denpasar, setiap perayaan Natal mempunyai tradisi "ngejot' atau memberikan bingkisan makan berupa daging babi kepada tetangga yang beragama Hindu.
Tradisi "ngejot" menjelang hari Natal, menurut Pendeta Rai Saul Suryadi, sudah dilakukan sejak lama, sebagai upaya memupuk keharmonisan antarumat beragama. Meskipun berbeda agama, namun tetap bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai.
Hingga kini tradisi "ngejot" tetap dipertahankan oleh umat Kristiani di Banjar Munduk, Desa Bongan. Selain itu, mereka memasang penjor di setiap depan rumah.
Di Desa yang terletak sekitar satu kilometer arah selatan Kota Tabanan atau 21 km barat Denpasar itu, warga masih melestarikan tradisi menjelang Natal serta meramaikannya dengan hiasan penjor seperti saat umat Hindu menyambut Galungan.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010