Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengharapkan masyarakat agar tidak keliru memahami penularan virus demam berdarah dengue sehingga dapat dilakukan langkah antisipasi dengan tepat.

Suarjaya, di Denpasar, Selasa berpandangan tingginya kasus DBD di Bali sepanjang 2016 ini karena ada pemahaman yang tidak tepat tentang penyebaran atau penularan virus DBD sehingga masyarakat enggan untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

"Virus DBD itu penularannya harus melalui perantara nyamuk (dengan gigitannya-red), berbeda halnya dengan virus flu yang bisa lewat udara. Namun, akhir-akhir ini berkembang pendapat di masyarakat yang menganggap penyebaran DBD lewat udara sama halnya dengan flu sehingga dianggap tidak perlu lagi dilakukan PSN," ucapnya.

Padahal, ujar Suarjaya, salah satu cara efektif untuk mencegah perkembangan DBD adalah lewat PSN.

"Setiap bertelur, satu ekor nyamuk dapat mengeluarkan hingga 150 telur dan selama hidupnya dapat menghasilkan telur hingga 600. Telur nyamuk inilah yang bertahan lama dan ketika terkena air akan menetas," ujarnya.

Hal itulah, lanjut dia, yang menyebabkan mengapa kasus DBD akan tinggi pada periode Januari-April karena merupakan musim penghujan.

Menurut dia, jika saja masyarakat sudah melakukan PSN dan rutin melakukan gotong royong, tentunya kasus DBD dapat diminimalisasi. Namun, masalahnya karena adanya pandangan keliru tentang penularan DBD ini seakan-akan menganggap gerakan PSN menjadi tidak berguna lagi.

"Oleh karena itu, mari kita budayakan kembali gotong royong membersihkan lingkungan misalnya setiap Sabtu dan Minggu karena gerakan itu memiliki pengaruh yang besar untuk menekan perkembangan DBD," ucapnya.

Suarjaya menambahkan, terkait penumpukan jumlah pasien di berbagai RS di Bali, selain memang karena kasus DBD tinggi, juga disebabkan karena masyarakat fobia ketika mengalami panas atau demam dan cepat-cepat menganggap terkena DBD.

Selama Januari hingga April 2016, jumlah kasus DBD di Bali sudah mencapai 6.812 kasus dan 30 orang diantaranya meninggal. Jumlah kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Gianyar (1.758), menyusul posisi kedua di Kabupaten Buleleng (1.337 kasus) dan posisi ketiga di Kabupaten Badung sebanyak 1.061 kasus. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016